Lihat ke Halaman Asli

Pinjaman IMF, Tandai Indoneisa Belum Mandiri

Diperbarui: 30 Desember 2015   22:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Infrastruktur merupakan investasi yang mahal dalam pembangunan. Di tengah krisis ekonomi yang dialami Indonesia, pemerintah berupaya menjaga dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur dan konektivitas antar daerah dalam lima tahun ke depan. Pembangunan yang dilakukan antara lain pemerintah akan membangun jalur rel sepanjang 5.000 km, jalur tol sepanjang 2.600 km, 49 waduk, 24 pelabuhan laut dan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 Megawatt. Salah satu yang menjadi tantangan adalah sulitnya mendapatkan pembiayaan. Adanya kesenjangan antara kebutuhan investasi sarana, prasarana dan pelayanan jasa dengan masih terbatasnya mekanisme keuangan negara menjadi sebuah kebutuhan yang sangat mendesak.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk membiayai infrastruktur mulai dari pengurangan subsidi BBM hingga kerja sama dengan pihak swasta dalam skema public private partnership. Selain itu pemerintah juga berencana melakukan kerjasama dengan pihak luar negeri yaitu IMF sebagai pemberi pinjaman modal.

IMF adalah lembaga sentral dalam sistem moneter internasional yang salah satu tujuannya adalah memberikan pinjaman kepada negara anggota yang mengalami masalah financial. Dari berbagai fasilitas yang disediakan IMF, Indonesia pernah menggunakan fasilitas SBA pada tahun 1997 sebesar 3,6 miliar SDR dan EFF sebesar 3,8 miliar SDR. Pinjaman luar negeri memiliki positif dan negatif tersendiri. Dampak positifnya yaitu dapat membantu dan mempermudah kegiatan ekonomi negara, sebagai sumber investasi swasta dan tentunya berguna untuk menunjang pembanguan. Dampak negatif yang ditimbulkan hutang luar negeri Indonesia seperti cicilan bunga yang kian membengkak dapat memberatkan APBN, hilangnya kemandirian akibat syarat yang ditetapkan IMF melalui kebijakan-kebijakan yang harus diterapkan Indonesia.

Pada masa krisis pembiayaan pembangunan, pinjaman IMF ini memang sangat diperlukan. Saya setuju apabila Indonesia harus melakukan pinjaman modal kepada IMF, karena sumber penerimaan dalam negeri yang berasal dari penerimaan pajak, penerimaan migas, serta penerimaan dalam negeri lainnya belum cukup untuk membiayai pembangunan. Maka jalan satu-satunya adalah melakukan peminjaman pada pihak luar negeri. Selain itu pinjaman IMF juga menjadi sebuah alat untuk meningkatkan kepercayaan pasar terhadap kestabilan sistem financial Indonesia. Pinjaman tersebut meningkatkan cadangan devisa Indonesia, sehingga spekulator akan berpikir lebih keras sebelum menyerang rupiah. Dengan demikian diharapkan nilai tukar rupiah akan lebih stabil.

Namun perlu diingat bahwa hutang luar negeri juga memberikan berbagai dampak negatif, sehingga diperlukan pengelolaan dana yang baik agar pemerintah dapat segera melunasi hutang beserta bunganya yang semakin lama semakin besar dan memberatkan APBN. Upaya-upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk melunasi hutang luar negeri yaitu seperti pemberdayaan ekonomi pedesaan dan pemberian modal usaha kecil, menggalakkan kebanggan akan produk dalam negeri, meningkatkan kemauan ekspor produk unggulan, meningkatkan pajak secara progresif untuk barang impor dan barang mewah. Pemberian pajak yang tinggi bagi pemilik kendaraan mewah seperti yang dilakukan di Negara Singapore juga turut menyumbang dana besar bagi pemerintah, mengingat banyaknya masyarakat Indonesia yang memiliki mobil.

Seyogyanya pembiayaan pembangunan bersumber dari dana dalam negeri. Dari berbagai pembiayaan dalam negeri, tabungan domestik merupakan salah satu faktor paling penting. Pemerintah harus memiliki dana saving yang dapat digunakan sewaktu-waktu. Pemerintah Indonesia perlahan-lahan harus mulai melepaskan ketergantungan dari hutang luar negeri melalui penerapan berbagai kebijakan dan pengawasan yang lebih ketat terkait ekonomi. Menurut teori pembiayaan pembangunan Rostow, salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam proses menjadi negara maju yaitu keseimbangan neraca pembayaran harus dijaga untuk memperkecil ketergantungan dari modal luar negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline