Lihat ke Halaman Asli

Ajeng Ayu Wulaningtyas

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga - 21107030021

Pulau Plastik: Ketika Indonesia Krisis Polusi Plastik

Diperbarui: 7 Juni 2022   20:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Poster film Pulau Plastik / Sumber foto: tasikmalaya.pikiran-rakyat.com

Pulau plastik, sebuah film dokumenter oleh Visinema Pictures, Kopernik, Akarumput, dan Watchdoc yang menceritakan perjuangan tiga individu melawan krisis polusi plastik sekali pakai di Indonesia. Mereka adalah Gede Robi, seorang vokalis band Navicula asal Bali yang menyuarakan kampanye lewat musiknya dan gerakan-gerakan lingkungan; Tiza Mafira, pengacara muda dari Jakarta yang aktif dalam gerakan penolakan plastik sekali pakai; dan Prigi Arisandi, ahli biologi, aktivis, dan penjaga sungai-sungai di Pulau Jawa.

Ketiga tokoh ini menelusuri sejauh mana jejak sampah plastik yang menyusup ke rantai makanan kita, bagaimana dampaknya terhadap manusia dan lingkungan, serta apa saja yang bisa kita lakukan untuk mengurangi polusi plastik ini.

Film dibuka dengan eksperimen yang dilakukan di perairan laut Bali. Sample plastik dari berbagai jenis seperti oxodegradable, plastik yang terbuat dari singkong yang di klaim ramah lingkungan, sedotan, dan PLA. Lalu untuk membandingkannya, diikutsertakan pula pembungkus makanan berbahan dasar kertas. Sample-sample tersebut sengaja di benamkan di laut dengan kedalaman 8 meter selama 6 bulan, untuk mengetahui apakah dalam kurun waktu tersebut bahan-bahan plastik ini bisa terurai sempurna oleh alam atau tidak.

Berikutnya diperlihatkan data-data mengenai sampah plastik yang menunjukkan bahwa 70% sampah yang ada di laut itu datang dari daratan, akibatnya satu juta hewan laut mati setiap tahun karena sampah plastik. 300 Juta ton plastik di produksi setiap tahun, dan setengahnya adalah plastik sekali pakai yang hanya dipakai rata-rata selama 15 menit lalu dibuang. Di Indonesia sendiri, lebih dari 93 juta sedotan plastik dan 500 juta tas kresek terpakai setiap hari.

Di tempat lain, tepatnya di Pulau Damar, Kepulauan seribu, Jakarta. Tiza Mafira beserta kawan-kawannya melakukan aksi bersih-bersih pantai. Tiza mengatakan bahwa ketika melakukan aksi bersih-bersih pantai, sering kali menemukan kemasan sachet dari tahun 80-an. Membuktikan bahwa plastik membutuhkan waktu yang sangat lama untuk terurai dengan alam.

Kembali ke Bali. Untuk menghadiri pawai bebas plastik yang akan diadakan 21 juli 2019 di Jakarta. Robi melakukan perjalanan dari Bali ke Jakarta dengan menaiki truk yang badan truk tersebut sengaja di tulis "Tiap menit sampah plastik sebanyak 1 truk terbuang ke laut kita" dan "Tolak plastik sekali pakai" untuk mengampanyekan Indonesia bebas plastik. Yang mana truk ini akan menyusuri jalan dari Bali sampai ke Jakarta.

Dalam perjalanannya menuju Jakarta, diperlihatkan bahwa untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, Robi membawa wadah sendiri ketika berbelanja di pasar. Baik untuk berbelanja bahan makanan basah seperti ayam potong, ikan, dan tahu, juga berbelanja buah-buahan maupun sayuran. Ini merupakan salah satu langkah yang efektif untuk kompasianer tiru demi mengurangi plastik sekali pakai. Karena memang faktanya ketika kita berbelanja di pasar, hampir semua belanjaan kita akan dibungkus oleh tas plastik.

Beralih ke Prigi Arisandi di Jawa Timur. Bersama kawan-kawan dari ecoton,Prigi berdemonstrasi di dekat kantor konsulat jenderal Amerika Serikat di Surabaya, Jawa Timur. Mereka memprotes Amerika Serikat yang mengimpor sampah rumah tangga berupa sampah-sampah plastik ke Indonesia.

Gresik, Jawa Timur. Gede Robi dan truknya akhirnya sampai di kota ini untuk berkunjung ke basecamp ecoton dan bertemu dengan Prigi Arisandi. Prigi mengatakan bahwa Indonesia sebenarnya punya regulasi untuk melarang impor sampah plastik. Namun ternyata masih ada celah untuk meyelundupkan sampah-sampah plastik impor ini dengan adanya impor sampah kertas. Berdasarkan permendag No. 31 Tahun 2016, impor sampah kertas ini dikategorikan aman, artinya sampah kertas ini bebas masuk ke Indonesia, hanya diperiksa dokumennya saja, pihak bea cukai tidak bisa memeriksa. Sehingga dari sinilah celah untuk negara-negara maju menyelundupkan sampah plastiknya dengan mencampurkannya dengan sampah kertas.

Desa bangun, desa tempat pembuangan limbah plastik dari pabrik-pabrik kertas di sekitarnya.  Hampir semua penduduk di desa ini mencari nafkah dengan bertani sampah plastik, ujar Prigi. Sampah-sampah plastik dan kertas yang tidak terpakai dari pabrik, mereka jemur agar kering, lalu mereka jual ke pabrik tahu dan pabrik kerupuk untuk bahan bakar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline