Lihat ke Halaman Asli

Mengenal Arsitektur Indies yang Masih Eksis di Kota Surabaya

Diperbarui: 21 Januari 2025   11:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumner: https://images.app.goo.gl/kPN19gheVkNQwfwKA

Pada mulanya, orang-orang Belanda yang datang untuk berdagang membangun bangunan untuk menimbun barang dagangannya, atau difungsikan menjadi sebuah gudang yang kemudian diperkuat dan dipertahankan menjadi tempat tinggal. Awalnya, kata "indis" merupakan bahasa Belanda yang memiliki arti Nederlands Indie atau dikenal dengan Hindia Belanda. Pada mulanya, budaya "indis" dalam arsitektur bangunannya masih mencolok dengan budaya Belanda. Namun dengan seiring waktu, budaya tersebut bercampur dengan budaya lokal yang juga mempengaruhi pada arsitektur dan ciri bangunan "indis". Adanya akulturasi tersebut dikarenakan beberapa alasan. Arsitektur bergaya Belanda dinilai tidak cocok jika dibangun di Hindia Belanda, khususnya di Surabaya. Iklimnya yang tropis tentu tidak sama dengan negeri Belanda. Tak hanya itu, arsitektur bangunan juga menyesuakan dengan gaya hidup dari masyarakat setempat. Hal inilah yang kemudian menjadi perhatian dari arsitektur Belanda sehingga mencampurkan dengan budaya Jawa. Arsitektur di Jawa cenderung menghadapkan bangunan dengan menghindari arah barat dan arah timur, hal tersebut dilakukan untuk menghindari paparan langsung dari iklim yang lembab dan tropis khas Jawa. Tak hanya itu, rumah dengan gaya "indis" di Jawa banyak memiliki jendela untuk membantu sirkulasi udara karena penyesuaian dengan kondisi iklim di Jawa.

Ciri-ciri bangunan arsitektur "gaya indis" di Jawa memiliki denah yang simetri, dengan struktur ruang yang tersusun dari ruang depan, ruang tengah dan ruang belakang. Terdapat gallery di sekelilingnya yang berguna mengurangi paparan sinar matahari secara langsung. Di sekeliling bangunan terdapat teras karena bangunan berada di atas tanah yang luas. Di sekitar gedung juga terdapat gedung. Tanaman-tanaman tertata rapi diatas wadah, dan terdapat kursi-kursi yang dapat digunakan untuk menikmati suasana kebun. Di halamannya terdapat lampu untuk menerangi di waktu malam hari, serta bangunan dinding yang tebal menggunakan batu bata yang disesuaikan dengan iklim di Jawa yang lembab dan tropis disertai dengan lubang ventilasi di setiap dinding yang berguna untuk penghawaan alami.

Setelah tahun 1920an, Surabaya dilanda arsitektur modern, dengan mempertahankan atap pelana, atap datar, dengan warna dominan pada bangunan putih. Misalnya terdapat pada bangunan GKJW Jemaat Surabaya pada tahun 1920an menggunakan atap pelana yang menjadi contoh pengaruh arsitektur "gaya indis". Arsitektur di Kota Surabaya di tahun 1920an banyak menggunakan dominan warna putih dan abu-abu pada dinding bangunannya. Pada abad 19-20 arsitektur banyak di dominasi dengan gaya arsitektur kolonial modern yang berciri denah simetri, terdapat teras depan dan belakang, serta ruang tengah. Denah ruang tersebut berbentuk memanjang. Misalnya pada layout GKJW Jemaat Surabaya di tahun 1924. Mencakup teras depan belakang, serta ruang tengah. Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh gaya indhische empire.

Di dalam bangunan tentu terdapat perabotan yang mendukung kelengkapan rumah tangga. Hal tersebut dapat berupa kursi, meja atau almari. Pada budaya indis, perabotan semacam itu dikenal oleh masyarakat setelah kedatangan bangsa Eropa. Perabotan-perabotan yang terdapat di Hindia Belanda biasanya menggunakan kayu yang bagus yakni Jati, dengan ukiran-ukiran khas Jawa yang bercampur Eropa. Ukiran-ukiran Jawa dating dari daerah seperti Cirebon, Solo, Madura, dan Jepara. Di tahun 1920an banyak terdapat gaya-gaya baru dalam ornament furniture seperti Artand Craft dan Art Deco. Ciri furniture gaya indies adalah furniture yang berbentuk gaya kolonial namun terdapat ornamen-ornamen didalamnya. Kursi yang memiliki gaya indies seperti kursi konsistori dan meja konstitori. Untuk hiasan rumah dengan gaya indis biasanya diselimuti oleh material besi. Misalnya pada bentuk lampu halaman yang terdapat di GKJW Jemaat Surbaya, dan pagar serambi.

Sumber Bacaan dan Referensi:

Prayogo, E H. "Pengaruh Gaya Indis Pada Interior Gereja Kristen Jawi Wetan Jemaat Surabaya." Intra 3, no. 1 (2015). http://publication.petra.ac.id/index.php/desain-interior/article/view/2689.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline