Lihat ke Halaman Asli

ajeng pangastuti

creative writing

Depresi dan Terapi Menulis

Diperbarui: 2 Februari 2022   21:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Berada di dalam dan keluar dari depresi karena trauma, aku butuh sesuatu yang dapat ku andalkan setiap saat. Saat ini, menulis adalah pilihan terbaik. Bukan karena aku dapat menulis dengan baik, tetapi menulis merupakan salah satu cara yang digunakan oleh terapis untuk membantu orang sembuh dari depresi dan kondisi lainnya. Menulis tidak akan dengan semena menghakimiku karena kata-kata dan keputusanku, tidak peduli betapa sulitnya bagi orang lain. Menulis menyertaiku ketika dunia suram dan membawa terang ke waktu yang gelap. Aku menemukan teman setia dalam "menulis". 

Menulis memberi jalan untuk berpikir dengan kerangka kerja "apa yang akan dia lakukan?", dengan catatan ganti "dia" dengan peran pribadimu. Ini memberiku cara untuk mengekspresikan  alter ego yang ada pada diriku, yang ku bayangkan adalah seseorang dengan pemikiran dan alasan-alasannya yang luar biasa, tenang, dan terkumpul dengan kehendak sekuat baja. Mungkin Perempuan ajaib, Bunda Teresa, atau bahkan Bunda Maria. Pikiranku bisa berkeliaran sementara juga dipertajam untuk kejelasan dan penerimaan.

Menulis adalah bentuk pemikiran yang paling disiplin baik dalam keadaan "normal" dengan atau tanpa depresi. Dan seperti halnya pada tatanan aturan, disiplin memunculkan bentuk kekacauan dan kekacauan. Ini menyediakan struktur yang berdiri kokoh melawan badai dan korosi. Ia mengubah ketiadaan menjadi sesuatu, dan perasaan serta pikiran menjadi serangkaian kata penuh makna. Dalam keadaan depresi dimana bahkan aktivitas sederhana seperti menghirup udara tertasa begitu berat, menulis menjadi gangguan yang manis. Meskipun sering kehilangan kata, aku bisa menulis tanpa banyak usaha. Seringnya para penulis melahirkan buah pikirnya ketika mereka dalam keadaan tertekan di situasi yang buntu. Banyak juga penulis yang sukses dan menciptakan karya terbaik mereka dalam keadaan depresi, seperti Ernest Hemingway, J.K. Rowling, dan Virginia Woolf. 

Mengetik pada keyboard saat mencurahkan isi pikiran, secara otomatis sepuluh jari yang bergerak cepat sering kali mengambil alih pikiranku yang kosong. Mengizinkanku untuk menulis secara kreatif dan terapeutik. Jadi, bagaimana menulis dapat membantu orang yang mengalami depresi? Jika kamu dapat membuat pernyataan tesis, atau premis dan mengembangkannya menjadi sebuah garis besar yang merupakan kerangka tulisan, maka kamu sudah menjadi pemikir yang disiplin. Garis besar dapat dengan mudah diisi dengan deskripsi, argumen, dan analisis. This is it, sepotong sudah selesai. Tanpa kita sadari kita telah melakukan satu aktivitas yang terstruktur, kreatif, dan terapeutik. Struktur tulisan menjadi instrumen kontrol, yang ada ketika insiden traumatis terjadi. Dapat menjadi penyembuhan diri yang kuat. 

Aku belajar untuk memercayai diriku lagi, bahwa pada akhirnya segala nya akan menjadi baik. Sama seperti tulisan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline