Lihat ke Halaman Asli

Perilaku Konsumsi Muslim

Diperbarui: 26 Maret 2022   19:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berbagai kegiatan ekonomi diupayakan untuk mencapai satu tujuan yaitu menciptakan kemakmuran secara menyeluruh, namun tetap produktif dan inovatif bagi setiap muslim dan non-muslim. Allah SWT memberikan batasan tertentu pada perilaku manusia sehingga menguntungkan individu tanpa membahayakan hak orang lain, seperti yang dijelaskan dalam hukum Allah (Syariah). Dalam Islam konsumsi, kepuasan atau kebutuhan dan kesenangan tidak dilarang, kecuali jika buruk atau merugikan dirinya. Konsumsi berlebihan dilaknat dalam Islam dan disebut dengan israf (pemborosan) atau tabzir (menghambur-hamburkan harta tanpa guna). Tabzir berarti menggunakan harta dengan tujuan terlarang seperti menyuap, dan hal-hal yang melanggar hukum. Salah satu ciri utama Islam tidak hanya mengubah nilai-nilai dan adat-istiadat masyarakat tetapi juga memberikan apa yang mereka butuhkan secara legal untuk mendukung dan meningkatkan tujuan guna menghindari penyalahgunaan.

Banyaknya macam dan ragam pemenuhan kebutuhan hidup sangat menguntungkan konsumen. Konsumen lebih bebas memilih sesuai dengan kebutuhan yang mereka inginkan. Barang dari luar negeri banyak ditemui dengan berbagai macam variasi. Konsumen juga mendapatkan lebih banyak pilihan harga dengan berbagai produk yang ada. Konsumen dapat memilih dari harga yang sangat murah hingga hari yang sangat mahal. Tergantung pada anggaran serta kemauan konsumen (Wigati, 2011). Dalam teori ekonomi dikatakan jika manusia merupakan makhluk ekonomi yang senantiasa berupaya mengoptimalkan kepuasannya serta senantiasa berperan rasional. Para konsumen berupaya mengoptimalkan kepuasannya selama finansial nya memungkinkan. Mereka mempunyai pengetahuan tentang alternatif produk yang bisa memuaskan kebutuhan mereka. Kepuasan menjadi hal yang sangat penting dan akan menjadi hal utama yang harus dipenuhi.

Terdapat 3 nilai dasar yang menjadi fondasi bagi perilaku konsumsi masyarakat muslim, yaitu: 1) keyakinan adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat, prinsip ini mengarahkan seorang konsumen untuk mengutamakan konsumsi untuk akhirat daripada dunia; 2) konsep sukses dalam kehidupan seorang muslim diukur dengan moral agama Islam, bukan dengan jumlah kekayaan yang dipunyai; 3) harta merupakan anugerah Allah SWT serta bukan sesuatu yang bersifat buruk sehingga harus dijauhi secara berlebih. Harta merupakan alat untuk menggapai tujuan hidup jika diusahakan serta dimanfaatkan dengan benar. 

Menurut Ismail Nawawi (2007: 5-7). Ada sebagian teori yang menerangkan tentang perilaku konsumen, yaitu 1) teori insting. Insting ialah sikap minat ataupun sikap bawaan dan akan mengalami perubahan karena pengalaman; 2) teori dorongan, dorongan ini berkaitan dengan kebutuhan yang mendesak organisme untuk berperilaku; 3) teori insentif berpendapat bahwa organisme disebabkan karena adanya insentif. Insentif disebut dengan reinforcement. Reinforcement terdiri dari reinforcement positif yang berkaitan dengan hadiah dan reinforcement negatif yang berkaitan dengan hukuman; 4) teori atribusi, teori ini bertolak dari sebab-sebab perilaku seseorang apakah sikap ini diakibatkan disposisi internal (motif, perilaku, dan sebagainya) ataupun eksternal; 5) teori kognitif, teori ini bersumber dari alternatif pemilihan perilaku yang akan membawa manfaat yang besar untuknya. Dengan kemampuan memilih tersebut berarti aspek berpikir berperan dalam menentukan pilihannya; 6) teori kepribadian, teori ini bersumber karena perpaduan yang kompleks dari sifat fisik dan material, nilai, dan kepercayaan, selaras, ambisi, minat, dan kebiasaan serta ciri-ciri lain yang membentuk suatu sosok yang unik.

Meskipun belum menemukan sebuah negara muslim yang mempraktekkan ekonomi Islam sepenuhnya berdasarkan Al-Qur'an, al-hadits, ajaran para sahabat, dan ijtihad para ulama namun dalam kehidupan sehari-hari kita bisa merasakan perbandingan perilaku mengkonsumsi antara masyarakat yang memegang teguh ketakwaan dengan yang tidak. Sebenarnya Islam tidak mempersulit hidup seorang konsumen. Bila seorang konsumen memperoleh pemasukan dan setelah dihitung hanya mampu memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga saja, maka tidak diharuskan untuk membelanjakan untuk konsumsi sosial. Sedangkan jika pendapatannya melebihi konsumsi, tidak ada alasan untuk nya tidak mengeluarkan kebutuhan konsumsi sosial.

Dalam perspektif ekonomi Islam terdapat keseimbangan dalam kehidupan yang tidak ditemui dalam ekonomi konvensional. Keseimbangan dalam ekonomi Islam dijelaskan secara berulang-ulang dalam Al-Qur'an, agar menyalurkan sebagian hartanya dalam wujud zakat, sedekah, serta infaq. Hal tersebut memiliki ajaran jika solidaritas umat yang mampu secara ekonomi terhadap muslim yang fakir dan miskin. Dalam ekonomi Islam kepuasan konsumen tergantung pada nilai-nilai agama yang diterapkan pada rutinitas kegiatannya, tercermin pada uang yang akan dibelanjakan nya. Ajaran agama yang dijalankan dengan baik akan menghindarkan konsumen dari perilaku israf, sebab israf ialah perilaku boros yang dengan sadar memenuhi tuntutan nafsu saja. Dalam kegiatan ekonomi dilarang menggabungkan antara yang halal serta haram. Hal tersebut ialah bagian dari batas mengkonsumsi dalam perilaku konsumen muslim. 

Mengkonsumsi tidak bisa dipisahkan dari peranan keimanan dalam pandangan Islam. Peranan keimanan menjadi tolak ukur, sebab keimanan membagikan sudut pandang dunia serta mempengaruhi kepribadian manusia dalam bentuk perilaku, gaya hidup, selera, sikap-sikap terhadap sesama manusia, sumber daya, dan ekologi. Keimanan sangat mempengaruhi kepribadian, kuantitas, serta kualitas konsumsi baik dalam kepuasan material maupun spiritual. Islam melarang untuk bersifat israf (boros) pelarangan terhadap bermewah-mewahan serta bermegah-megahan. Pelarangan israf ini memberikan dampak dampak buruk bagi diri manusia, diantaranya tidak efisien dan tidak efektif dalam pemanfaatan sumberdaya, egoisme, mementingkan diri, serta tunduknya terhadap hawa nafsu, sehingga uang yang dibelanjakan nya habis untuk hal-hal yang tidak perlu dan merugikan diri sendiri. Ekonomi Islam memperhatikan kemaslahatan sebagai langkah untuk mencapai tujuan ekonomi yaitu ketentraman. Konsumen muslim dalam menggunakan kandungan berkah masing-masing sebagai indikator, apakah barang yang dikonsumsi membawa berkah. Dengan kata lain, konsumen akan bosan mengkonsumsi barang atau jasa tanpa adanya berkah. Konsumen merasakan kemaslahatan dan menyukainya dan tetap melakukan suatu kegiatan meskipun dirinya tidak mendapat manfaat dari kegiatan tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline