Lihat ke Halaman Asli

Pisau Sang Pembunuh-Bagian 2

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Atmosfir kematian sangat terasa di lantai tiga. Begitu mereka keluar dari lift, Alfred bisa mencium bau darah yang telah berbaur di udara. Lima tahun menjadi polisi di unit dua yang menangani pembunuhan di direktorat Reskrim membuat hidungnya hafal dengan bau amis darah. Mereka berjalan menyusuri lorong lantai tiga yang luasnya kira-kira satu meter. Lorong itu membelah kamar-kamar yang berada disisi kiri kanan lorong. Lorong itu panjang sepanjang seratus meter menurut perkiraan Alfred. Sebagai polisi Reskrim, dia memang harus bisa memperkirakan luas tempat.

Alfred memandang sekeliling lorong itu, yang pertama kali dilakukan saat sampai di TKP adalah pengamatan, Mula-mula mengamati tempat di sekitar terjadinya TKP, memperkirakan bagaimana jalan masuk pelaku pembunuh, kemungkinan pelaku keluar tanpa dikenalai, apakah ada CCTV di ruangan tersbut atau tidak danhal-hal menarik perhatian lainnya. Alfred mengamati tempat disekitar pembunuhan satu-satunya jalan yang membawa mereka ke lantai tiga adalah lift dan sebuah tangga darurat di sisi kanan lift. Ujung lorong itu adalah tembok tak berjendela sementara sisi kiri kanan lorong adalah kamar. Pelaku pasti masuk dan keluar lewat lift atau tangga darurat. Disamping kiri dan kanan lorong berjejer kamar-kamar para PSK wisma Rose. .Alfred tahu itu adalah kamar tempat terjadi transaksi seksual. Alfred selalu menyebut tidur dengan PSK dengan sebutan transaksi seksual, karena dia membayar sebelum melakukan hubungan seksual dengan mereka.

Sama seperti wisma pelacuran besar lainnya di Puply City, Wisma rose memberikan perlakukan istimewa pada PSKnya, mereka diberikan kamar masing-masing. Dantransaksi seksual terjadi di kamar pelacur itu. Alfred pernah memakai jasa salah seorang PSK di wisma Rose dan memang ada nuansa lain ketika memasuki kamar-kamar di situ, nuansa yang tak bisa dijelaskan kata-kata saat menyadari transaksi seksual itu dilakukan di kamar yang biasa dipakai PSK sehari-hari. Alfred single dan menurutnya bertandang ke tempat pelacuran bukan dosa apalagi belum menikah. Tetapi dia juga tak merepotkan orang yang sudah menikah datang ke tempat ini, semua orang punya hak yang sama. Dalam hati dia menghitung jumlah kamar di sisi kiri kanan lorong, ada dua puluh kamar, setiap kamar memiliki nomor di pintunya, bagian kanan lorong bernomor akhir ganjil bagian kiri lorong bernomor genap. Dia memandang sekelilig lorong, Tak ada kamera CCTV di tempat itu.

“Perhatikan lokasi pembunuhan, lihat setiap celah yang memungkinkan cara pelaku melakukan aksi. Berpikirlah sebagai pelaku pembunuhan!” Alfred terngiang kembali perkataan Komisaris Besar Rudi salah satu pengajar di pusat didik Reskrim, pendidikan khusus reserse dan kriminal bagi polisi yang akan bekerja di direktorat Reskrim. Alfred menyukai pekerjaanya sebagai polisi. Keinginanya menjadi polisi timbul saat dia menonton film Bad Boys yang diperankan Will Smith ketika dia duduk di bangku SMP. Menjadi polisi itu keren, begitu pikirnya waktu itu. Dan untunglah keinginan itu disambut baik ayahnya yang seorang pengusaha. Ada dua pendidikan polisi, Bintara dan Perwira. Polisi yang memilih bintara akan mendapat pendidikan selama enam bulan kemudian magang selama enam bulan dan mendapatkan pangkat Bripda. Polisi yang memilih Perwira akan menempuh pendidikan selama empat tahun setara sarjana hingga kemudian lulus dan mendapat Pangkat Ipda Dari Bripda hingga mendapat pangkat Ipda memakan waktu belasan tahun. Polisi yang menamatkan perwira biasanya diperuntukan untuk memimpin unit Polri dari Polda sampai Polsek. Alfred memilih sekolah perwira, dia lulus testing masuk sekolah polisi yang sulit dan ayahnya sangat bangga karena hal itu.

“Belajarlah menjadi polisi yang baik, Nak. Biar kelak kamu bisa menolong Ayah saat ada masalah dengan hukum dan polisi.” Begitu kata ayahnya saat Alfred akan pergi dari rumah hendak bersekolah perwira di Akademi Polisi. Setelah empat tahun mengenyam pendidikan perwira dia berhasil keluar dengan nilai sempurna. Mereka yang bernilai bagus akan dikirim ke pusat didik reskrim, untuk dijadikan penyidik di direktorat Reskrim. Lima bulan setelah dia tamat perwira dengan gelar Ipda, Alfred dikirim ke Pusat pendidikan Reskrim. Selama enam bulan dia belajar menuntut ilmu khusus tentang kriminal hingga akhirnya selesai, mendapat sertifikat dan menjadi salah satu anggota unit dua yang menangani kasus pembunuhan di Sub divisi  kriminal umum direktorat Reskrim POLDA Wedangan. Tiga tahun menjadi polisi Reskrim, dua tahun lalu Alfred naik pangkat menjadi IPTU. Tiga tahun lagi kalo prestasinya cemerlang, dia akan meraih pangkat ajun komisaris polisi seperti kepala unitnya Maulana.

“Ini dia tempat pembunuhannya, Pak” Bejo laki-laki berotot yang mengantar mereka tiba-tiba berkata. Mereka berhenti di sebuah kamar bernomor 306 yang pintunya tertutup. Alfred mengangguk pada pria itu.

“Pasang garis polisi di sudut lorong dekat lift, Saiful.” Alfred berkata pada Saiful. Saiful mengangguk dan segera menuju ke ujung lorong dekat lift. Setelah mengamati keadaan sekeliling TKP, hal kedua yang dilakukan adalah memutuskan bagian mana saja yang disterilisasikan. Sterilisasi adalah tehnik membersihkan area dari sentuhan orang lain, caranya dengan memasang garis polisi di sekelilinhg tepat yang akandisterilisasikan.

“Baik, Pak!” Jawab Saiful, dia mengeluarkan sebandul garis polisi dari tas besar berisi peralatan olah TKP, tidak hanya Garis polisi di situ juga ada meteran, sarung tanga, masker, lup atau kaca pembesar dan alat pengambil sidik jari.

“Saya boleh pergi, Pak?” kata Bejo terdengar ketakutan. Berotot kok takut sama mayat, pikir Alfred sinis.

“Silahkan, jangan ada yang kemari sebelum diperintahkan!” Katanya kemudian. Bejo si pria berotot pergi meninggalkanya setengah berlari. Alfred menghela napas sejenak, perlahan tetapi pasti dia membuka pintu kamar itu.

Kamar itu besar, kira-kira berukuran tujuh kali enam meter persegi, pastilah PSK yang menempati kamar ini istimewa, dia tidak ingat kamar PSK yang dia tiduri beberapa bulan lalu itu sebesar kamar ini. Perabotnya lengkap, ada TV plasma berukuran besar, kulkas, AC dan sebuah kamar mandi di pojok ruangan. Kamar PSK ini hampir sama fasilitas dengan kamarnya yang terletak di sebuah apertemen elit di pusat kota Wedangan. Sebuah tempat tidur besar terletak merapat di dinding dekat jendela bertrali di bagian utara kamar. Ada dua buah lemari besardekat pintu dan satu meja rias besar dengan cermin tak kalah besar di samping tempat tidur. Keadaan di kamar itu berantakan, seprai dan bantal terletak tak beraturan di tempat tidur, ada beberapa tissue berserakan di lantai dan yang paling membuat Alfred terperangah ada sesosok mayat perempuan mengerikan yang terbaring telanjang di lantai kamar beralas karpet berudu.

Mayat perempuan yang mengerikan. Posisi mayat itu terlentang, tangannya terbuka lebar seperti gerakan mendepa pada baris berbaris. Ada luka besar di dada kanannya, membuat hampir seluruh payudaranya digenangi darah. Rambutnya berantakan dan pendek, seseorang telah memotong rambut perempuan itu serampangan. Wajah perempuan itu pucat pasi, matanya tertutup mulut terbuka, Alfred bisa melihat kengerian yang sangat pada wajah perempuan itu, perempuan itu mati dengan tidak tenang, Alfred bisa melihat dia berteriak-teriak histeris saat dibunuh. Yang paling membuat Alfred ngeri, selangkangan perempuan itu berdarah dan tidak karuan. Seseorang telah menghancurkan selangkangan perempuan itu.

“Astaghfirullohal’adzim! Ya Allahh!” Suara Saiful terdengar dari pintu kamar. Alfred memandang wajah Saiful yang terlihat pucat pasi. Saiful berdiri terperanjat di depan kamar tempat terjadi pembunuhan. Rupanya dia sudah selesai memasang garis polisi di depan lorong dekat lift.

“Hubungi kantor, Pul. Minta tim forensik dan lebih banyak lagi polisi dari Reskrim. Saya akan menelpon Ajun Maulana.” Hanya itu yang keluar dari mulut Alfred. Kengerian terpancar dari wajahnya. Ini kasus besar. Sangat besar.

***

-Bersambung-




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline