Penulis : Ajat Sudrajat, S.Pd.I, Gr
Pendidik SMA Al Amin
Masih ingat dan terngiang penggalan lirik lagu dari negeri jiran yang dibawakan oleh group band lawas Iklim, "Suatu hari nanti, Pastikan bercahaya, Pintu akan terbuka, Kita langkah bersama, Di situ kita lihat, Bersinarlah hakikat, Debu jadi permata, Hina jadi mulia, bukan khayalan, Tapi keyakinan yang nyata"
Kabupaten Bogor merupakan kabupaten yang terpadat di Indonesia dengan jumlah penduduk 5.385.219 (sumber Disduk Capil semester 1 pertanggal 30 Juni 2022, Kabupaten yang mempunyai 40 Kecamatan tersebar dari selatan yang berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi, Barat berbataan dengan Kabupaten Lebak, utara bebebatasan dengan Kotamadya Depok dan Timur berbatasan dengan Cianjur, Bekasi. Sebaran penduduk yang padat tersebut membutuhkan banyak sekolah untuk kebutuhan masyarakat dibidang pendidikan. Tercatat 189 SMA Swasta maupun Negeri sumber dari "https://data.sekolah-kita.net/kabupaten-kota/Kab.%20Bogor_60/SMA", dan SMK 354 sekolah sumber dari "https://data.sekolah-kita.net/kabupaten-kota/Kab.%20Bogor_60/SMK", Khusus diwilayah kecamatan Pamijahan jumlah sekolah SMA sebanyak 9 sekolah yang sudah mendapatkan Izin Operasioanal dan terdata dilaman tersebut diatas, masih banyak dikecamatan Pamijahan bermunculan sekolah jenjang SMA yang baru yang belum mendapatkan izin.
Persaingan ketika Penerimaan Peserta Didik Baru merupakan sebuah kompetisi tahunan, bagaikan sang pedagang menjajakan dagangan dengan berbagai trik and trik, menawarkan discount besar-besaran untuk meraih pelanggan sebanyak-banyaknya. mungkin ini benar mirip dengan dunia Industri yang boleh dikatakan atau dinamakan Industri Pendidikan.
Tidak menjadi masalah bagi sekolah negeri karena selain mempunyai dana yang melimpah, sarana dan prasarana lengkap, tenaga pengajar yang kompeten sesuai dengan bidangnya masing-masing yang mumpuni dan tentunya sudah mempunyai hati dimasyarakat, wajar dan pantas jika mayoritas masyarakat lebih percaya menitipkan anak-anaknya untuk dididik disekolah pemerintah tersebut dibandingkan dengan sekolah swasta walaupun tidak semua sekolah swasta yang tanda kutif sederhana ada beberapa sekolah swasta yang bonafid bahkan melebihi sekolah negeri.
Penggalan lirik lagu tersebut sangat cocok dengan keadaan di sekolah kami yang sederhana yang sedang berjuang untuk peningkatan mutu pendidikan melalui program sekolah penggerak. Sekolah yang tidak diperhitungkan dan boleh dibiang dianggap sebelah mata oleh warga sekitar bahkan oleh sekolah saudara kandung (satu nauangan) yayasan.
Sekolah kecil yang berdiri pada tahun 2013 hanya memiliki 1 rombel pada tahun pertama berdiri, 2 rombel pada tahun ke-2 dan 3 rombel pada tahun ke-3 bertahan sampai pada tahun 2018. Pada tahun 2019 terjadi perubahan kepemimpinan sekolah dengan mengangkat tenaga pendidik profesional dibidangnya hal ini merupakan sejarah pertama semenjak didirikan yayasan dan sekolahnya kurang lebih 49 tahun silam di yayasan tersebut seorang Kepala Sekolah diangkat diluar keluarga yayasan.
Perubahan signifikan pun terjadi, setiap tahun menambah satu rombel hingga pada tahun 2022 ini, ruang kelas telah mencukupi batas rasio 1:36. Kami hanya punya 6 ruang kelas dengan jumlah peseta didik 208 siswa. Untuk menambah rasaketertarikan warga masyarakat disekitar sekolah yang masih belum percaya tentang mutu dan eksistensi sekolah memang tidaklah mudah. Pembenahan secara berkala mulai dilakukan walau dengan dana yang pas-pasan yang hampir tidak tersentuh oleh yayasan, mulai dengan pembenahan dan pembangunan sarana ruang belajar, pengecatan dan renovasi, ruang belajar dan mebeler. Proses untuk menjadi sekolah yang diminati masyarakat itu sangat sulit dengan dana yang hanya mengandalkan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) dari orang tua wali murid yang sangat minim masuk perbulannya, sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat/calon siswa lebih memilih cassing (muka luar) walau terkadang mutu pembelajarnya kurang. Sedangkan sumber dana lain seperti BOS Reguler dan BPMU (Bantuan Pendidikan Menengah Universal) dari Provinsi hanya untuk membayar honor Pendidik selebihnya parkir kekantong pemilik sekolah.
Sentuhan pemerintah untuk membantu kelengkapan sarana dan prasarana di sekolah swasta sangat jarang diterima (minim) oleh sekolah, baik melalui jalur aspirasi anggota dewan maupun melalui jalur resmi yang berbasis Data Pokok Pendidikan (DAPODIK).