Lihat ke Halaman Asli

Pendidikan Karakter Vs Pendidikan Ketidakjujuran

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Cerita suram tentang dunia pendidikan seakan tidak pernah habis. Dunia pendidikan yang kelam sepertinya susah untuk diperbaiki. Berbagai kasus, mulai dari ruangan kelas yang rusak, banyaknya siswa yang putus sekolah, hingga krisis mental para pelaku pendidikan yang mempertontonkan sikap ketidakjujuran.

Lihatlah kasus yang terjadi di SDN Gadel 2 Kec. Tandes Surabaya.Dengan dalih agar hasil Ujian Nasional (UN) kelas 6 di sekolah tersebut bagus, guru dan kepala sekolah menghalalkan para siswanya untuk melakukan nyontek massal. Ironisnya, keterbukaan dan kejujuran yang ditunjukkan salah seorang orang tua siswa yang dirugikan, justru harus ditebus dengan harga mahal yaitu pengusiran dari tempat tinggalnya.

Kasus tersebut menggambarkan potret pendidikan Indonesia yang sudah jauh menyimpang dari rel sebenarnya. Kasus SDN Gadel 2 adalah sebuah ujung dari gunung es yang muncul. Padahal sesungguhnya masih banyak lagi kasus-kasus lain yang mencoreng dunia pendidikan. Hal ini justru bertolak belakang dengan pendidikan karakter yang sedang dikampanyekan Pemerintah.

Secara konseptual, pendidikan karakter menitikberatkan pada pendidikan tentang pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian, tanggung jawab, kebenaran, keindahan, kebaikan, dan keimanan. Dengan demikian, pendidikan berbasis karakter dapat mengintegrasikan informasi yang diperolehnya selama dalam pendidikan untuk dijadikan pandangan hidup yang berguna bagi upaya penanggulangan persoalan hidupnya.

Pendidikan berbasis karakter akan menunjukkan jati dirinya sebagai manusia yang sadar diri sebagai makhluk, manusia, warga negara, dan pria atau wanita. Kesadaran itu dijadikan ukuran martabat dirinya sehingga berpikir obyektif, terbuka, dan kritis, serta memiliki harga diri yang tidak mudah memperjualbelikannya. Sosok dirinya tampak memiliki integritas, kejujuran, kreativitas, dan perbuatannya menunjukkan produktivitas yang kental dengan nilai-nilai hidup.

Permasalahanya sekarang adalah bagaimana implementasi dari pendidikan berbasis karakter tersebut. Dikhawatirkan, cita-cita luhur untuk membangun karakter bangsa melalui pendidikan berbasis karakter hanya tinggal dokumen saja. Sebab, pada kenyataanya yang diterima peserta didik di sekolah justru perilaku tidak jujur yang diberikan gurunya.

Kalau saja kita mau menengok ke belakang, masih banyak peserta didik yang dinyatakan lulus UN di tiap jenjang sekolah, bukan diperoleh hasil kerja keras belajarnya, tapi hasil kasak-kusuk gurunya dengan memberikan atau bahkan menjual kunci jawaban pada siswanya. Harapannya tiada lain adalah agar semua peserta didik di sekolah tersebut dinyatakan lulus 100%. Apakah itu bentuk pendidikan berbasis karakter atau pendidikan ketidakjujuran?

Kasus lain yang menunjukkan kebobrokan mental birokrasi pendidikan, berupa minta jatah dari keuangan BOS dan keuangan lainnya yang dikucurkan pemerintah melalui sekolah. Mereka berdalih sebagai dana operasional di institusinya, padahal sesungguhnya dilakukan untuk keuntungan pribadinya. Perilaku seperti itu mereka lakukan untuk mengembalikan modal, karena jabatan yang disandangnya diperoleh dengan cara dibeli (suap) bukan karena prestasi hasil kerjanya. Akhirnya, sekolah penerima bantuan dibuat bingung bagaimana cara mempertanggungjawabkan dari penggunaan dana tersebut. Apakah itu bentuk pendidikan karakter dari pembuat kebijakan (polecy maker) pendidikan?

Kejujuran kini telah mengalami krisis. Kejujuran seakan menjadi barang langka dan sesuatu yang sangat mahal di negeri ini. Mereka yang tetap mempertahankan kejujuran harus terpinggirkan. Padahal kejujuran adalah inti dari kesuksesan dan kemuliaan.

Kita berharap, di tengah carut-marutnya dunia pendidikan Indonesia, program Pendidikan Berbasis Karakter mampu menghasilkan manusia Indonesia yang memiliki sikap kejujuran yang hakiki, sehingga mampu menyingkirkan perilaku korup dan tidak jujur. ***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline