Aku menemukanmu dalam baris-baris epitaf atas rindu yang tak bernama. Kau, yang membawa puisi pada hariku, mengusap tangis dalam hatiku dan menjadikan segala pedih membisu. Dari hangat suaramu, malam berdiang, membelai dinginnya diam di bibirku. Aku adalah puisi yang kau rangkai melalui air mata yang lirih memuja rindu. Ribuan rindu ini untukmu. Rinduku yang pupus, kataku aus, puing-puing hatiku hangus. Kini, aku kehilanganmu..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H