Saya mengampu mata pelajaran PAI di kelas 5. Lebih tepatnya lagi kelas 5B dan 5C. Kendala pertama yang saya temui adalah memikirkan metode belajar seperti apa yang akan saya lakukan ketika di dalam kelas. Hal ini dikarenakan dua faktor, yang pertama karena di sekolah ini menerapkan multiple intelligent dan yang kedua karena kecanggungan diri yang memang membuat pribadi saya cenderung diam dan tidak nenyukai sesuatu yang berisik. Namun saya mengingat kembali metode belajar saya yang dulu-dulu dan juga mencari beberapa media pembelajaran digital yang kekinian. Ya, saya menerapkan metode belajar sambil bermain. Dan akhirnya itu cukup berhasil dan membuat murid-murid menantikan inovasi belajar seperti apa yang akan saya bawakan lagi.
Lalu masalah kedua adalah di sarana dan prasarana. Meski sekolah ini cukup elit dari sekolah lainnya, faktanya di dunia ini memang tidak ada yang sempurna. Mulai dari wifi yang sering terputus sambungannya, hingga anak-anak yang dilarang membawa gadget menjadi tembok yang cukup tinggi untuk melakukan inovasi belajar dengan digital.
Padahal saya sudah membuat banyak permainan baik di wordwall, Quizizz, kahoit, wordsearch, dan crossword lab yang sangat menyenangkan. Namun kembali lagi, saya akhirnya memilih untuk mencari alternatif lain dengan mencetak/print out edugame tersebut dan menggandakannya sejumlah murid di 2 kelas tersebut. Melakukan print out setiap pertemuan membuat munculnya kendala lain lagi. Seperti biaya yang mahal dan kelebihan yang tidak diperlukan.
Ketiga, adalah saat-saat dimana murid hanya tinggal 8 orang di kelas sebab bentrok dengan jadwal lomba. Hal ini membuat saya jadi tidak cukup akrab dengan murid yang sering dispen. Dan ketika kelas lengkap untuk pertama kalinya, suasana jadi riuh dan tidak kondusif, serta kecanggungan yang begitu terasa selama beberapa waktu. Namun itu bukan masalah, saya bisa mengatasi kecanggungan mereka dengan quiz tebak-tebakan yang membuat jelas jadi cukup kondusif.
Kendala lain yang saya alami di kelas juga meliputi kebingungan saya dalam menangani anak-anak yang minder, pendiam, takut, dan anak berkebutuhan khusus yang lain. Tidak terbiasa dan juga tidak adanya feedback dari mereka untuk menjadi lebih dekat dengan saya sempat membuat saya kebingungan setengah mati. Namun, memaksa dan jadi sksd alias kepo-kepo juga bukan gaya saya. Jadi saya hanya mengawasi mereka lebih intens dan menanyakan keadaan beberapa kesempatan. Melihat mereka bisa berinteraksi dengan temannya itu sudah cukup bagi saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H