Lihat ke Halaman Asli

Resensi Novel

Diperbarui: 30 Oktober 2022   23:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(doc.Prib/Oktavia N) 

...When something is too good to be true, be grateful and accept the happiness you deserve...

Novel berjudul "Somewhere Only We Know" merupakan novel fiksi pertama karya Alexander Thian. Novel yang diterbitkan oleh Gagasmedia pada 2015 ini memiliki tebal 338 halaman. Berlatar dua negara yakni Indonesia dan Vietnam, di novel ini mengangkat dua tokoh utama yang memiliki kisah yang berbeda. 

Tokoh dalam novel ini adalah sepasang kakak beradik bernama Ririn dan Kenzo. Keduanya punya pengalaman patah hati yang membuat mereka merasakan pahitnya cinta, namun itu tak membuat mereka menutup diri dari sebuah hubungan. Novel ini adalah tentang pencarian dan lika-liku 'menemukan' cinta keduanya.

Pada bab pertama, pembaca akan disambut oleh sebuah cerita dari sudut pandang pertama seorang Ririn yang ceria dan khas anak perempuan pertama. Ririn yang menceritakan betapa menyebalkannya memiliki adik lelaki bernama Kenzo, dan betapa menyedihkan kisah asmaranya yang berakhir kandas oleh perselingkuhan. 

Juga fakta yang cukup mengejutkan tentang sosok Kenzo yang ternyata seorang gay. Pada bab-bab selanjutnya, penulis menulis kisah bergantian tiap bab menggunakan sudut pandang Ririn dan Kenzo. Ririn dan kisah pelipur laranya di Bali untuk menemui penulis favoritnya. Dan juga Kenzo bersama luka hati yang tersamarkan oleh sosok yang belum pernah ia temui. 

Dalam perjalanan menemukan kisah cinta keduanya, penulis banyak memberikan curahan di masa lalu para tokoh dan sudut pandang mereka terkait cinta. Beberapa kali, penulis juga mengutip beberapa lagu berbahasa inggris yang kian membuat suasana sedih.

Karena menggunakan dua sudut pandang yang berbeda, novel ini menyajikan dua rasa yang berbeda. Selain itu bahasa yang digunakan cenderung santai dan tersemat humor di dalamnya.

 Beberapa problematika yang diangkat penulis pun masih sangat relevan di masa ini meski novel ini diterbitkan 2015 lalu. Banyak juga pengajaran dan moral yang disampaikan penulis kepada pembaca. Namun, penggunaan bahasa asing yang terlalu sering serta kutipan lirik lagu di beberapa bab akan lebih baik dikurangi karena memecah alur cerita dan suasana dalam novel ini. 

Selain itu, tema terkait lgbt pun punya sisi yang cukup sensitif di Indonesia, namun di dalam novel tergambar biasa sehingga unsur realitas terasa amat kurang. Selain itu, pengangkatan tema ini agaknya kurang maksimal, karena penulis hanya menyajikan. Tapinsecara keseluruhan novel ini cukup menarik dan punya pengembangan karakter yang bagus.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline