Perihal hidayah yang merupakan hak prerogatifnya Allah, dan sahabat Rasulullah yang merupakan manusia biasa, juga bukan termasuk makhluk ma'sum yang pasti luput dari dosa dan kesalahan. Akan tetapi, Allah berikan kelebihan terhadap para sahabat dengan kedekatan kesempurnaan iman sebagai satu-satunya generasi yang dekat dengan Rasulullah. Sehingga, penulis mengambil satu kisah menarik dari perjalanan hidup salah seorang panglima kaum musyrikin dalam menemukan cahaya keimanannya yakni "Abu Sufyan bin Harb".
Rusaknya citra Abu Sufyan dalam sejarah peradaban Islam ketika sebelumnya beliau masih menentang Rasulullah, menjadi musuh Islam dengan membela pasukan Quraisy dalam beberapa peperangan yang sebelumnya terjadi diantara kaum Muslimin dengan kaum Musyrikin. Hal tersebut menjadi satu persoalan yang kontroversi dengan keyakinan putrinya bernama "Ramlah binti Abu Sufyan" yang pada saat itu telah mendahuluinya memeluk Islam. Keteguhan hati Ramlah untuk tetep mempertahankan keyakinannya membuat sang ayah begitu murka, sebab kejadian tersebut dianggap sebagai aib bagi seorang pemuka Quraisy yakni Abu Sufyan yang sangat menentang dan memusuhi Rasulullah.
Dampaknya, berbagai macam ujian dan juga ancaman bahkan sebuah siksaan terus dialami Ramlah binti Abu Sufyan bersama suaminya. Akan tetapi, keteguhan iman tak bisa digoyahkan dengan banyaknya rintangan, meskipun pada akhirnya sang suami murtad meninggalkan Islam dan kembali pada ajaran Nasrani yang dianut sebelumnya. Kesedihan mendalam ketika wanita tangguh bersama putri sholihahnya kini tak lagi memiliki sosok yang dapat mereka jadikan tulang punggung. Tetapi, kekuatan iman mereka menyebabkan Allah turunkan balasan terindah untuknya. Melalui sebuah kabar yang dibawa seorang utusan dari Habasyah kepada Ramlah binti Abu Sufyan, bahwasannya Rasulullah telah meminangnya.
Ketika kekufuran masih tetap menjelma dalam diri Abu Sufyan, beberapa hal buruk terjadi pada sebagian kaum Muslimin dan Rasulullah. Semakin banyaknya tindakan yang menyengsarakan dan menindas kaum Muslimin menyebabkan Rasulullah mengatur strategi hijrahnya. Sesegera mungkin Rasulullah dapat menyelamatkan dan menjauhkan kaum muslimin dari segala macam kesengsaraan ketika Rasulullah berhasil membawa mereka hijrah dari Makkah menuju Madinah. Sehingga, di kota Madinah inilah kaum muslimin bisa hidup lebih tenang, aman dan bahagia.
Identitas Abu Sufyan sebagai saudagar terkenal menjadikannya seorang pemimpin dari banyaknya kafilah perdagangan kaum Quraisy ke beberapa daerah terutama negeri Syam dan negeri 'ajam (selain arab) lainnya. Terdengarnya sebuah berita yang sampai ditelinga Rasulullah bahwa kafilah perdagangan kaum Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan sedang melakukan perjalanan dari negeri Syam menuju Makkah. Segera Rasulullah memberitahukan hal tersebut kepada kaum Muslimin lainnya khususnya kepada kaum Muhajirin dan bermaksud untuk mengepung rombongan tersebut.
Di lain pihak, sosok Abu Sufyan yang mengetahui perihal rencana tersebut langsung mengirim kabar menuju Makkah melalui utusannya agar kaum Quraisy segera melindungi kafilahnya dengan mempersiapkan pasukannya melawan rombongan Rasulullah bersama para sahabatnya. Kejadian tersebut menjadi latar belakang terjadinya Perang Badar dimana dari pihak kaum Quraisy itu sendiri menjadikan Abu Jahal sebagai panglima perangnya. Akan tetapi, Allah memihak kaum Muslimin sebagai pemenangnya.
Akibat kemenangan yang berhasil diraih pasukan muslimin dalam Perang Badar membuat pasukan lawan menaruh dendam perihal kekalahannya. Sehingga, kedua kalinya kaum Quraisy kembali mengumpulkan pasukannya untuk melancarkan peperangan selanjutnya yakni "Perang Uhud". Dimana Abu Sufyanlah dari golongan Quraisy yang berkesempatan menjadi panglima Perang Uhud kala itu. Tetapi nasib baik tidak memihak kaum muslimin, sebab sebagian dari mereka telah melanggar perintah Rasulullah sehingga menyebabkan pasukan Quraisylah yang memenangkan pertempuran ini.
Keberhasilan Abu Sufyan dalam menumpas banyak pimpinan-pimpinan tertinggi kaum muslimin dalam Perang Uhud, menggerakkan hati Rasulullah untuk melakukan musyawarah bersama sahabat terkait tindakan tegas apa yang patut diberikan kepada Abu Sufyan. Sebagian besar sahabat menyampaikan bahwa selayaknya Abu Sufyan dibunuh saja, sebab hukum qishosh sehingga perilaku tersebut tidak bisa dikatakan sebagai tindak kejahatan. Respon hangat Rasulullah mengenai pernyataan para sahabat, sehingga beliau mengirim dua delegasi dari golongan anshor untuk merealisasikan rencana tersebut, yakni membunuh Abu Sufyan di Makkah .
Rencana manusia tidak selalu berbanding lurus dengan rencana Tuhan. Perihal rencana pembunuhan Abu Sufyan yang gagal untuk direalisasikan, justru hal tersebut memberi peluang besar terhadap Abu Sufyan tetap menjadi musuh Islam. Untuk yang sekian kalinya Abu Sufyan tetap bersikeras memerangi Rasulullah, melalui strateginya ia akan melakukan serangan terhadap kota Madinah. Akan tetapi, sikap sigapnya Rasulullah dapat mengetahui rencana jahat tersebut. Sehingga strategi cerdik pun disusun oleh Rasulullah bersama para sahabatnya dengan menggali parit-parit (khandaq) yang menyebabkan pasukan Abu Sufyan tidak mampu memasuki kota Madinah dan hanya bisa mendirikan perkemahan disekitar parit tersebut. Angin kencang dan badai topan yang Allah kirimkan kala itu menghancurkan seluruh rencana jahat kafir Quraisy dengan porak porandanya perkemahan bala tentara tersebut.
Peristiwa Fathul Makkah (penaklukkan kota Makkah) menjadi satu peristiwa fenomenal yang melatarbelakangi Abu Sufyan bin Harb untuk mengubah keyakinannya terhadap ajaran agama yang dibawa Rasulullah. Berawal dari kekalahan kafir Quraisy dalam perang Khandaq menyebabkan Makkah tertutup untuk masyarakat Madinah. Hasrat Rasululah yang tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah di Makkah sehingga dialihkan pada strategi yang lebih lembut melalui penetapan perjanjian yakni "Perjanjian Hudaibiyah". Akan tetapi, pihak kafir Quraisy itu sendiri yang mengkhianati perjanjian tersebut dan lebih memilih untuk melakukan perang.
Kesalahannya bahwa jumlah pasukan kafir Quraisy tidak berdaya menghadapi pasukan muslim, sehingga Abu Sufyan dijadikan utusan guna memperbarui isi perjanjian tersebut. Tetapi, sesuatu yang ia upayakan sia-sia, Abu Sufyan gagal memperbarui perjanjian tersebut sebab Rasulullah tidak memberikan respon hangat terhadapnya.