Lihat ke Halaman Asli

Aisyia Azzahara

Aktivis Pelajar dan Pegiat Literasi di Lombok

Fatherless Syndrom Merusak Mentalku

Diperbarui: 18 Juni 2022   00:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Khong Guan Tanpa Ayah

Peran ayah dalam pengasuhan sangatlah penting untuk pertumbuhan seorang anak baik secara fisik maupun psikologis. Tetapi tidak semua anak mendapat kesempatan untuk bertumbuh bersama sang ayah. Fenomena ini dikenal sebagai "Fatherless Syndrom".

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerangkan bahwa fenomena ini terjadi karena hilangnya peran ayah dalam proses pengasuhan seorang anak. Sehingga anak tersebut mengalami gangguan pertumbuhan seperti kesehatan mental yang bermasalah, kurang keyakinan terhadap diri sendiri, penurunan prestasi akademik, gangguan konsentrasi hingga munculnya depresi.

Istilah Fatherless ini mungkin masih terdengar asing dikalangan masyarakat Indonesia. Tetapi nyatanya peristiwa fatherless ini sangat banyak terjadi ditengah masyarakat kita. Bahkan faktanya Indonesia berada pada urutan ketiga didunia sebagai Negara tanpa ayah (Fatherless Country).

Fatherless sangat banyak terjadi tetapi terkadang tidak disadari. Semisal ketika seorang anak yang ayahnya jarang berada dirumah dikarenakan sibuk mencari nafkah, ayah yang tidak memprioritaskan keluarganya dan seorang anak yang ditinggal wafat ayahnya. Seorang anak  yang masih memiliki ayah tetapi tidak mendapat pembinaan dan kasih sayang dari sosok ayah juga akan sangat berdampak buruk bagi pertumbuhan seorang anak.

Kehilangan ayah tidak hanya mengakibatkan marjinalisasi sosial, tetapi juga berisiko terjadinya penyimpangan karena ketidakhadiran figur laki-laki sebagai sosok kuat dalam keluarga, yang dimana bagi anak laki-laki peran ayah sangat penting untuk mengidentifikasi dirinya.

Sedangkan bagi seorang anak perempuan ayah merupakan cinta pertamanya, sosok ayah sangat berperan dalam membentuk cara pandangnya terhadap laki-laki. Tak jarang anak perempuan yang mengalami fatherless seringkali gagal dalam menjalani hubungan dikarenakan salah dalam memilih pasangan.

Seorang anak yang mengalami fatherless  akan cenderung minder dan rendah diri serta sulit adaptasi dengan dunia luar. Sebab keterlibatan ayah dalam mengasuh cukup mempengaruhi cara pandang anak terhadap dunia luar yang membuatnya cenderung lebih kokoh dan berani.

Resiko negatif lainnya ialah anak tersebut cenderung memiliki kematangan psikologis yang lambat dan kekanak-kanakan, sering lari dari masalah dan emosional saat menghadapi masalah serta kurang bisa mengambil keputusan dan ragu-ragu dalam banyak situasi yang membutuhkan keputusan cepat dan tegas.

Untuk menghidari hal ini, kehadiran ayah secara penuh dalam pengasuhan tentu sangat dibutuhkan seorang anak. Penelitian menyebutkan bahwa keterlibatan aktif ayah dalam pengasuhan anak dapat mendukung perkembangan fisik, kognitif, emosi, sosial, spiritual, dan moral dibandingkan pada anak yang dibesarkan dalam kondisi fatherless. Psikolog Phebe Illenia mengatakan, hendaknya ayah turut berperan dalam pengasuhan terhadap anak, bukan hanya ibu saja. Ayah diharapkan dapat mengelola waktu dengan baik dan memaksimalkan kualitas interaksi dengan anak (Munjiat, 2017).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline