Millenial adalah sebuah penyebutan zaman abad 21. Selain sebagai pertanda sebuah kemajuan, kehadirannya disatu sisi bisa menjadi ancaman. Materi beragam dapat disajikan dalam tontonan dan tayangan tanpa acuan, penonton dan penikmat santai menikmati bahkan tak sadar mana manfaat yang merugikan dan menguntungkan, menjunjung alasan dan menjadikannya sebuah pijakan bahwa generasi milenial sudah saatnya instan tanpa kesusahan.
Tuntutlah ilmu setinggi-tingginya, namun jangan lupa untuk merunduk kembali. "Rebung kecil akan menjadi bambu namun ia tak lupa untuk merunduk kembali, sebab setinggi-tingginya bambu ia berawal dari rebung kecil" pesan bertuan sebagai simbol bahwa alam terhampar menjadikan segala fenomenanya sebagai guru bagi manusia, bahkan tak salah bila manusia belajar pada kerja semut dan ayam.
Hal tersebut menandakan bahwa alam menyuguhkan peradaban untuk menjadi manusia yang beradab. Yang terpenting dari segalanya ialah, tuntunan agar manusia menanamkan adab dengan sedalam-dalamnya, agar manusia mampu memposisikan diri dimanapun berada sesuai dengan perannya (Khalifah fil ardi).
Tau bagaimana bersikap pada yang lebih tua, sadar bagaimana bertingkah pada yang lebih muda, dan cakap bergaul dengan sebaya.
Jika mata bertemu mata dapat saling percaya, dan hati bertemu hati menumbuhkan rasa yang sejati, maka tidak ada kekuatan yang lebih kuat selain menumbuhkan silaturrahmi.
Tidak ada hasil yang abadi dengan proses serba instan, namun proses instan memberikan jaminan untuk tetap hidup dengan aman. Aman dengan segala apa yang tersedia, namun melupakan esensi kejiwaannya, sehingga yang tua tak lagi di mulia, yang muda tak lagi dipercaya dan sebaya tak disapa.
Hidup dalam estetika itu memang berwarna.
Namun, hidup tanpa wacana hanya menjadikan manusia terombang ambing tak berdaya. Hidup tanpa beratnya ujian juga tak bermakna, karena tak ada yang mengukur sejauh mana ketaqwaan setiap manusia.
Jangan terlena, dengan godaan sesaat yang merayu mata bahkan merusak harga, hingga lupa bahwa dimana bumi dipijak disitu pula langit dijunjung. Seasin-asinnya air dilaut, yang ikan tetaplah menjadi tawar.
Menjadi manusia jangan apatis, walaupun diam merupakan salah satu bentuk sikap. Begitu khususnya kepada yang disebut wanita/perempuan, betapa peranmu sangat ditunggu Islam. Telah dilahirkan dengan keistemewaan sebagaimana dalam Alqur'an dan hadist, berkata sopan dengan rasa yang manis, namun tak mudah hatinya dibuat menangis.
Baik tingkah laku adalah tuntunan, namun porsinya ia dispesialkan, bukan untuk direndahkan apalagi di jatuhkan, namun kehadirannya adalah bagian dari penciptaan.
Ia terlihat lemah, namun ia harus lebih kuat. Kuat dari segala hal kuat agama, kuat ilmu, kuat adabnya, kuat fisik, kuat harta dan kuat pula instingnya. Artinya ia tidak menjadi lemah ditengah manusia, karena tugasnya bukan hanya untuk menjadi anak, istri dan ibu dalam keluarga, tapi apa yang dimilikinya dibutuhkan pula oleh umat dan alam semesta.
Baik wanita, baik pula negrinya. Karena ia madrasatul uula, ia bisa mentransferkan nilai-nilai yang sampai ke jiwa, ia berfirasat sesuai instingnya, ia bisa berfikir dan berdzikir setiap akan melakukan sesuatu yang bisa dampak bahaya, namun ia tak tahu betapa ia lupa untuk membangun itu semua.