Sumber foto: pixabay.com
COVID-19 muncul pertama kalinya pada akhir Desember 2019 di Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok. Penyakit ini dapat menular dari orang ke orang lain melalui droplet (tetesan pernapasan) yang dikeluarkan ketika orang berbicara, batuk, bersin, bernyanyi, dan lain-lain. COVID-19 juga dapat ditularkan secara tidak langsung, ketika menyentuh permukaan yang terkena droplet penderita COVID-19, lalu setelah itu langsung menyentuh mata, hidung, atau mulut.
Sebagai upaya pencegahan penyebaran COVID-19, WHO dan pemerintah mewajibkan penggunaan masker bagi seluruh masyarakat dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga kesehatan. Masker dan APD masuk ke dalam jenis limbah infeksius karena dapat menularkan penyakit ke orang sekitar. Semenjak meningkatnya kasus COVID-19, terjadi lonjakan dalam penggunaan masker bedah dan masker wajah sekali pakai. Dalam penelitian Benson (2021), dituliskan bahwa terdapat sekitar 3,4 miliar masker/pelindung wajah sekali pakai dibuang setiap harinya. Banyaknya limbah masker yang berserakan menjadi pemandangan yang umum semenjak pandemi. Seringkali limbah masker terlihat berserakan di jalanan, fasilitas medis, tempat parkir, tempat pembuangan sampah, pantai, selokan, hingga di dalam keranjang belanja.
Sampah-sampah yang ada di darat ini menjadi pelaku utama sampah di laut, sehingga masker yang dibuang sembarangan, dibuang di tempat pembuangan yang sudah penuh, dan open dumping dapat menambah polusi di laut. Kebanyakan masker terbuat dari plastik dan tidak seperti jenis limbah lainnya, limbah plastik butuh beberapa tahun untuk dapat terurai, sehingga dapat mengotori ekosistem laut dan lingkungan terestrial, serta berdampak pula terhadap kesehatan manusia. Banyaknya limbah masker yang mengotori lingkungan dapat memperburuk permasalahan limbah plastik.
Limbah-limbah infeksius COVID-19 ini juga dapat menyebarkan COVID-19. Penelitian Kampf dkk. (2020) menyatakan bahwa virus corona pada manusia seperti SARS, MERS, dan COVID-19 dapat bertahan di permukaan benda mati seperti logam, kaca, atau plastik hingga 9 hari. Sedangkan dalam penelitian Doramalen dkk. (2020), dijelaskan bahwa kemampuan virus COVID-19 dalam bertahan berbeda-beda, bergantung pada kondisi tertentu. Di antaranya virus COVID-19 dapat bertahan hingga 4 jam pada tembaga, 24 jam pada karton, serta 2-3 hari pada plastik dan stainless steel. Jika limbah infeksius COVID-19 tidak dikelola dengan benar. Hal ini dapat berisiko terhadap pekerja sampah dan lingkungan. Data Badan Pusat Statistik terkait Manajemen dan Pengelolaan Sampah menunjukkan sebanyak 81% sampah di Indonesia berakhir dengan keadaan belum terpilah. Maka diperlukan penanganan limbah infeksius COVID-19 dari sumber, yaitu di rumah tangga sebelum dilakukan pembuangan. Akhir-akhir ini ditemukan beberapa oknum yang mendaur ulang limbah masker dengan cara sampah maskernya dibersihkan, disetrika, dan dipilah-pilah sebelum diedarkan kembali, sehingga dapat menyebabkan pemakainya tertular virus karena masker tersebut seharusnya hanya untuk sekali pakai. Oleh sebab itu, untuk mencegah terjadinya hal ini lagi, diperlukan penanganan yang tepat.
Pemerintah sudah mengeluarkan edaran Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SE.2/MENLHK/PSLB3/PLB.3/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Pengelolaan COVID-19. Berikut adalah langkah-langkahnya: (1) Mengumpulkan limbah infeksius COVID-19 seperti sarung tangan dan masker, (2) Sebelum membuang masker medis perlu untuk digunting dahulu agar mencegah dipergunakan kembali oleh oknum-oknum, (3) Menggunakan tempat sampah tertutup dengan tulisan “limbah infeksius” dan terpisah dari sampah lain, (4) Limbah infeksius COVID-19 di setiap sumber akan diambil oleh petugas dari dinas yang bertanggungjawab untuk melakukan pengambilan, lalu diangkut ke lokasi pengumpulan dan diserahkan ke pengolah limbah B3. Jika memang tidak ada lokasi pengumpulan limbah COVID-19, cara menggunting, memisah, dan menutup limbah COVID-19 dapat membantu mengurangi potensi penyebaran COVID-19 terutama kepada para petugas sampah. Jika tidak ada petugas dinas yang mengambil ataupun tempat pembuangan limbah infeksius khusus, limbah dapat disimpan dulu selama 72 jam sebelum dibuang bersama limbah rumah tangga.
Marilah kita kelola limbah dengan baik dan benar agar kita turut membantu dalam pencegahan penularan COVID-19 serta menjaga kebersihan bumi kita. [Aisyah Rizqi Rahimullah, Grisellie Geovaannie Tigi, Yosifia Abigail]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H