Lihat ke Halaman Asli

Rifani

STEI SEBI

Menemukan Prioritas Ibadah: Standar Utama dalam Menggapai Ridha Allah

Diperbarui: 19 Desember 2024   09:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

canva.com

Pendahuluan

Setiap muslim memiliki kewajiban untuk melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. Namun, tidak semua ibadah memiliki tingkatan keutamaan yang sama. Mengetahui ibadah mana yang lebih utama dan harus didahulukan adalah kunci agar waktu dan usaha kita lebih efektif serta selaras dengan kehendak Allah. Artikel ini mengupas tentang standar utama dalam menentukan prioritas ibadah, berdasarkan pandangan ulama, dalil dari Al-Qur'an dan Hadist, serta penerapan dalam kehidupan sehari-hari.

Pengertian Ibadah yang Paling Utama


Para ulama memiliki beberapa pandangan terkait kriteria ibadah yang paling utama. Setidaknya ada tiga perspektif yang sering dikemukakan:
1. Ibadah yang paling melelahkan: Ibadah yang membutuhkan pengorbanan fisik dan mental lebih besar dianggap lebih utama.

2. Hidup zuhud: Menjauhi hawa nafsu dan kesenangan duniawi dalam menjalani ibadah dianggap lebih utama.

3. Mencari ridha Allah: Setiap aktivitas yang bertujuan untuk meraih keridhaan Allah dalam situasi dan kondisi tertentu menjadi ibadah yang paling utama.

Pandangan ini mengarahkan kita pada satu kesimpulan bahwa keutamaan ibadah bersifat kontekstual. Artinya, ibadah yang lebih utama bisa berbeda-beda tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi seseorang.

Dalil-dalil Terkait Keutamaan Ibadah


1. Hadist tentang Keluarga Allah: Rasulullah SAW bersabda, "Semua makhluk Allah adalah keluarga Allah. Orang yang paling dicintai-Nya adalah orang yang paling bermanfaat bagi keluarganya." (HR Abu Ya'la dan ath-Thabrani). Hadis ini menegaskan bahwa ibadah yang bermanfaat bagi orang lain, seperti membantu sesama, lebih diutamakan.


2. Hadist tentang Kesederhanaan dalam Ibadah: Rasulullah SAW bersabda, "Aku shalat dan juga tidur, aku berpuasa dan juga berbuka, serta aku menikahi perempuan. Barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka dia bukan golonganku." (HR al-Bukhari dan Muslim). Hadist ini menunjukkan bahwa kesederhanaan dan keseimbangan dalam menjalankan ibadah lebih utama dibandingkan pengorbanan berlebihan yang tidak disyariatkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline