Tanpa kita sadari kehidupan selama kurang lebih 5 hulan terakhir ini mendatangkan banyak perubahan gaya hidup. Sejatinya kita manusia memang mahkluk adaptif. Hari - hari yang berjalan seperti biasa tiba - tiba berubah sejak pandemi ini datang. Mau tidak mau kita sebagai manusia dituntut untuk merubah kebiasaan dan gaya hidup kita untuk dapat bertahan.
New Normal - Sebuah tatanan baru cara hidup manusia untuk beradaptasi di tengah pandemi Covid-19. Sudah tidak asing lagi bagi kita melihat orang di luar sana mengenakan face shield, masker, dan sarung tangan untuk menjalani hari-harinya. Selama kondisi new normal ini kita dianjurkan untuk menerapkan PHBS. Kegiatan mencuci tangan dan menggunakan hand sanitizer pun sudah menjadi kebiasaan. Namun tak hanya itu, new normal era ini juga memaksa kita untuk tetap di rumah aja dan melakukan jaga jarak atau physical distancing apabila keluar dari rumah.
Bagi sebagian orang berada di rumah saja dan melakukan physical distancing merupakan tantangan yang baru. Dari pagi hingga malam pemandangan yang kita lihat hanya seputar kamar, toilet, dapur, dan ruang makan. Senin sampai minggu pun sudah tidak ada bedanya, setiap hari rasanya seperti hari libur tapi selalu dihantui dengan pekerjaan yang tidak ada batasnya, alih alih alasan dari atasan karena work from home.
Tidak hanya kegiatan saja yang menjadi monoton, tapi orang kita temui pun jadi itu - itu saja! Masih bagus bila kita masih tinggal dengan keluarga. Namun tidak bisa kita bohongi diri terkadang kita perlu bertemu dengan orang - orang lain selain keluarga, seperti teman ataupun pasangan.
Yang sebelumnya belum pernah merasakan long distance relationship (LDR) dengan pasangannya, kok sekarang mendadak menjadi LDR?
Yang biasanya setiap hari berangkat ke kantor diantar oleh pasangannya, sekarang sudah tidak bisa lagi karena work from home
Yang sebelumnya sudah mempersiapkan rencana liburan matang - matang, sekarang jadi ketunda karena pandemi ini. Kok segala sesuatu di hidup kita seketika jadi nge"freeze" ya, padahal waktu tetap saja berjalan? Kita dipaksa untuk bersabar dan menunggu, tapi harus sampai kapan?
Ini yang saya rasakan. Sayatidak bisa menunggu berdiam diri begitu saja berharap keajaiban akan datang tetapi saya harus #KalahkanJarak. Tentunya dengan mencari jalan keluarnya. Lambat laun, makin terasa gerah dengan hal-hal ini. Saya jadi merasa sendiri. Punya pasangan tapi kok seperti single? Saya tidak dapat merasakan kehadiran pasangan saya, ditambah lagi karena tidak dapat bertemu, kita jadi bergantung dengan komunikasi tidak langsung melalui chat, call, ataupun video call.
Sinyal yang tidak stabil, harga paket data yang mahal, dan kuota yang mubazir sudah menjadi masalah yang saya hadapi sekarang ini. Waktu -- waktu yang biasanya dihabiskan untuk melakukan kegiatan secara offline sekarang dilakukan dengan online. Banyak waktu yang dihabiskan untuk video call, online untuk Zoom meeting karena work from home, streaming Youtube/film sebelum tidur, serta scrolling sosial media di waktu-waktu senggang.
Rasanya di saat pandemi seperti ini benar -- benar butuh kuota yang unlimited. Sekali saja sinyal tidak stabil bisa membuat jadi tidak "mood" serta obrolan menjadi tidak menyambung. Layar gawai menunjukkan tulisan "reconnecting" saja sudah membuat geram. Hal -- hal kecil seperti ini untuk pejuang LDR dapat menuai pertengkaran. Di sisi lain, saya tahu keinginan untuk bertemu susah terwujud karena terlalu banyak risiko yang harus dihadapi.
Pertanyaannya adalah mau sampai kapan? Hidup berada pada ketidakpastian, ketidaknyamanan dengan perubahan cara hidup yang baru, dan ketidakamanan karena vaksin juga belum ditemukan.