Stunting adalah kondisi ketika balita memiliki tinggi badan dibawah rata-rata. Hal ini diakibatkan asupan gizi yang diberikan, dalam waktu yang panjang, tidak sesuai dengan kebutuhan. Stunting berpotensi memperlambat perkembangan otak, dengan dampak jangka panjang berupa keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar, dan risiko serangan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, hingga obesitas.Tingkat stunting sebagai dampak kurang gizi pada balita di Indonesia melampaui batas yang ditetapkan WHO. Kasus stunting banyak ditemukan di daerah dengan kemiskinan tinggi dan tingkat pendidikan yang rendah.
Stunting dan permasalahan kekurangan gizi lain yang terjadi pada balita erat kaitannya dengan kemiskinan. Stunting umumnya terjadi akibat balita kekurangan asupan penting seperti protein hewani dan nabati dan juga zat besi. Pada daerah-daerah dengan kemiskinan tinggi, seringkali ditemukan balita kekurangan gizi akibat ketidakmampuan orang tua memenuhi kebutuhan primer rumah tangga. Minimnya pengetahuan membuat pemberian asupan gizi tidak sesuai kebutuhan. Selain kemiskinan, tingkat pendidikan juga berkaitan dengan permasalahan gizi. Contohnya adalah kurangnya kesadaran akan pentingnya inisiasi menyusui dini (IMD). Padahal IMD menjadi langkah penting dalam memberikan gizi terbaik.
dari kasus stunting yang ada di Indonesia, Kementerian Kesehatan mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada Rapat Kerja Nasional BKKBN, pada tahun 2021 prevalensi stunting di Indonesia 24,4%, dan pada tahun 2022 turun menjadi 21,6%. Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menargetkan prevalensi stunting di 2023 menjadi 17 persen.
maka menkes meminta agar segera dilakukan intervensi agar anak tidak sampai stunting. Ada banyak faktor yang bisa berpengaruh baik itu aspek di bidang kesehatan maupun non kesehatan. Aspek di luar bidang kesehatan, seperti lingkungan dan pola asuh. Sementara faktor spesifik yakni hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan seperti kurang gizi dan anemia. dalam mengatasi hal ini menkes jg memiliki program satalah satunya intervensi kepada remaja putri yang duduk di kelas 7 dan 10 untuk diberikan Tablet Tambah Darah (TTD) guna mencegah terjadinya anemia sejak muda.
dalam kasus stunting di Indonesia ini seharusnya tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab mentri kesehatan namun juga kita semua sebagai warga indonesia dan generasi penerus, harus memiliki kesadaran akan kesehatan.o Mentri kesehatan sudah memberikan banyak program dalam memperhatikan kesehatan anak di Indonesia, namun terkadang banyak warga yang tidak memiliki kesadaran. seperti contohnya anak perempuan yang tidak mau meminum TTD dari program menkes, ibu hamil yang tidak memperhatikan kehamilannya, dan tidak memberikan gizi yang cukup kepada bayi, ini jga dapat disebabkan karena kurangnya kesadaran dan wawasan, serta rendahnya tingkat pendidikan.
Meskipun stunting di Indonesia sudah menurun tetap ada hal - hal yang harus diperhatikan lagi untuk mencapai indonesia terbebas dari stunting, antara lain Memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil, beri ASI Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan, dampingi ASI Eksklusif dengan MPASI sehat, Terus memantau tumbuh kembang anak, Selalu jaga kebersihan lingkungan.
jadi, kasus stunting di Indonesia dapat menurun apabila adanya kesadaran bagi seluruh masyarakat tidak hanya kewajiban bagi Mentri Kesehatan. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap generasi penerus apabila generasi penerus memiliki gizi yang bagus. selain itu harus diperhatikan bahwa perempuan juga harus memiliki tingkat pendidikan yang tinggi agar memiliki wawasan dan mampu memberikan asupan gizi yang cukup kepada anaknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H