Lihat ke Halaman Asli

Kader Era Saat Ini: IMM sebagai Poros Berkemajuan

Diperbarui: 9 September 2022   10:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ditengah arus zaman yang semakin berkembang dengan pesat, terkhusus pada aspek teknologi dan informasi mengakibatkan beberapa hal kini menjadi sebuah tantangan baru. Problematika-problematika kini menjelma menjadi hal yang mau tidak mau harus diselesaikan menggunakan cara-cara yang inovatif dan sesuai dengan zaman nya.

Sebenarnya, konsep berkemajuan tentu berhubungan erat dengan Muhammad Darwis atau yang sekarang dikenal sebagai K.H Ahmad Dahlan. Bagaimana dulu Cendekiawan Islam ini dengan semangat pembaharuan, serta ide-ide berkemajuan dan cemerlang yang kala itu melihat maraknya peristiwa disekitar dan tidak pantas terjadi, sehingga menimbulkan keresahan. Disisi lain bagaimana seorang cendekiawan ini mampu untuk merubah, dari keresahan-keresahan yang dirasa beralih menjadi terobosan baru dengan menjawab dari setiap persoalan, atau yang saat ini dikenal dengan istilah "Islam Berkemajuan". Gagasan yang ingin penulis berikan terinspirasi dari K.H Ahmad Dahlan yang menjadi pelopor dalam sebuah pembaharuan, bagaimana pemikiran-pemikiran yang maju bisa melahirkan sebuah pembaharuan yang bisa diimplementasikan kepada masyarakat luas.

Masyarakat luas merupakan tujuan utama ranah dalam berdakwah. Ini selaras dengan apa yang penulis fikirkan tentang organisasi yang bernamakan "Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah" atau yang sering terdengar dengan sebutan IMM.

Kumpulan manusia yang memiliki jiwa humanis, tersemat dalam poin ketiga "Tri Kompetensi Dasar (TKD)". Dimana IMM merupakan tangan kanan yang membantu Muhammadiyah dalam berdakwah kepada masyarakat luas secara ruang lingkup kemahasiswaan. Menjadi mahasiswa yang ber IMM bukanlah sebuah beban tambahan, namun justru sebuah hal yang membanggakan. Bagaimana dengan almet merah yang tersemat didada, IMM mampu untuk bisa andil memberikan kontribusi kepada khalayak luas melalui gagasan yang solutif, pergerakan yang nyata, serta sebagai salah satu poros perubahan yang berkemajuan.

Maju dari segi berfikir, bagaimana sebagai cendekia muda mampu untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang membelit disekitar menggunakan intelektual yang dimiliki. Semisal, dengan rajin membaca itu juga sudah turut mengambil peran. Namun, disini bukan hanya mengutamakan sosok yang senantiasa membaca sebuah buku tapi seolah acuh pada persoalan agama, bangsa dan negara. Namun, yang dimaksud ialah yakni mampu untuk membaca situasi dan kondisi yang terjadi, sehingga dapat menyesuaikan diri serta berfikir kritis dalam menjawab setiap persoalan yang membelit baik dirinya maupun orang lain.

Selanjutnya, IMM harus maju dari sisi pergerakan. Buah dari sebuah pemikiran atau gagasan yang ideal adalah gebrakan yang menghasilkan perubahan walau sedikit. Tokoh besar ulama Indonesia yang kini dikenal sebagai cendekiawan Islam dengan banyak nya karya serta perannya untuk masyarakat luas pernah berkata: "Tugas kita bukanlah untuk berhasil, tugas kita adalah untuk mencoba. Karena didalam mencoba itulah, ada kesempatan untuk berhasil"-Buya Hamka.

Perkataan bijak Buya Hamka seolah menghipnotis penulis dan menjadikan nya sebagai asupan nutrisi untuk terus berbuat kebaikan kepada masyarakat luas dengan menggagas konsep "Fastabiqul Khairot", artinya bagaimana menjadi organisator di IMM mampu untuk bersaing dengan level yang tinggi (High Level). Persaingan yang dimaksud disini adalah berlomba-lomba dalam hal kebaikan. Bagaimana seseorang setiap hari harus terus meningkatkan perbuatan baiknya kepada masyarakat luas melalui pemahaman ilmu yang cakap dan sesuai dengan pondasi yang tepat.

Terakhir, IMM harus mampu memberikan sumbangsih sumber daya Manusia (SDM) yang memiliki pondasi kuat. Analogi sebuah pohon dengan akar yang tertanam kuat disertai kualitas pupuk yang bagus akan menghasilkan pohon yang dapat berdiri tegap ditengah badai sekalipun.

Ini selaras dengan apa yang ingin penulis sampaikan, bahwa menjadi organisator IMM harus berpondasikan pada sesuatu yang jelas dan pasti. Tentu dasaran yang harus dimiliki bersumber pada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sebab, awalan yang baik akan menghadirkan jiwa yang baik, pemahaman yang cakap, serta pengamalan ilmu secara komprehensif. Penulis teringat akan sebuah istilah sufi terdahulu, yakni "Ilmu adalah amal, dan amal adalah ilmiah". Artinya, bagaimana dengan menjadi organisator mampu untuk mengupgrade pengetahuan dan mempelajari hal-hal yang ditanamkan selama ber IMM setelah itu mengamalkan pemahaman yang dimiliki (Ilmu adalah amal). Amal baik berupa sebuah gagasan ataupun gerakan harus disertai dengan ilmu yang dimiliki (amal adalah ilmiah). Atau dalam arti lain tidak bisa kita mengamalkan sesuatu hal kepada orang lain tanpa didasari dengan kemampuan diri kita sendiri dan paham ilmu dari sumber yang jelas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline