Lihat ke Halaman Asli

Aisyah Amini

Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Learn, Unlearn, Relearn: Apakah "Nilai" Dapat Membentuk Standar Intelektual?

Diperbarui: 7 Juli 2022   19:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pendidikan (Sumber Sinar Mas via www.kompas.com)

Seperti yang kita ketahui, hal yang menjadi acuan di sekolah adalah nilai yang tinggi, seseorang yang mempunyai nilai atau ranking yang tinggi akan lebih dipandang bahkan diberi label sebagai standar kecerdasan. 

Sayangnya, nilai yang tinggi di sekolah tidak menjamin seseorang siap untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Walaupun riset mengatakan bahwa nilai di sekolah itu berkorelasi dengan kesuksesan, tetapi jika melihat sisi kehidupan nyata, ternyata seseorang dengan nilai rendah pun dapat masuk ke standar sukses. 

Pandangan Sir Kenneth Robinson yakni seorang ahli di bidang pendidikan, kegiatan pembelajaran di sekolah sebenarnya perlahan mengikis kreativitas siswa. Siswa diajarkan untuk terus menerus mengikuti hal yang sama seperti semua orang untuk mempunyai standar yang sama. Bagaimana mereka belajar, kapan mereka harus berhenti belajar, dan kapan harus mendapatkan nilai. 

Menilik pada pandangan Sir Kenneth Robinson, tipe pembelajaran seperti ini yang menghilangkan kreativitas sehingga pada akhirnya mereka tidak diberikan ruang untuk melakukan hal yang mereka ingin lakukan seperti kurangnya inovasi untuk mengekspor jawaban-jawaban yang ada pada diri masing-masing individu. 

Melihat dari sekian banyak kurikulum yang berlaku di Indonesia, apakah pendidikan di Indonesia yang diterima pelajar sudah relevan dan berkorelasi dengan kehidupan selanjutnya?

Di Indonesia, pendidikan masih mengarah pada nilai sebagai tolak ukur standar kecerdasan seseorang. Persepsi tersebut tentu hanya dirasakan pada sesuatu yang tampak saja, karena di luar dari hal itu siswa memiliki keahlian masing-masing yang bervariasi. 

Siswa yang kemampuannya kurang pada bidang akademik, kemungkinan mereka mempunyai kelebihan di luar akademik yang terbatasi dan belum tersalurkan. 

Sebaiknya nilai bukan menjadi penentu kelulusan karena ada faktor eksternal yang dapat kita lihat di luar hal tersebut. 

Belajar memang parameter hasilnya adalah nilai, namun proses seseorang melakukan pembelajaran merupakan hal yang lebih penting sehingga berpengaruh pada cara untuk berpikir kritis, bagaimana cara untuk merumuskan masalah, hal-hal yang tak kasat mata seperti ini terkesan tidak penting, namun hal inilah yang akan berguna untuk seseorang dalam bersosialisasi di kehidupan nyata.

Banyak sekali orang yang sekolah namun tidak merasa mempunyai proses belajar. Mengapa masih banyak anak yang memiliki nilai ujian yang tinggi namun belum mencapai standar sukses? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline