Lihat ke Halaman Asli

Aisyah

Seputar dunia kesehatan

Hiv/aids dan remaja : ancaman dari kenakalan yang terabaikan

Diperbarui: 14 Januari 2025   21:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Remaja dianggap sebagai masa topan badai dan stres (Storm and Stress) karena mereka memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib sendiri, jika mereka terarah dengan baik, mereka akan menjadi orang yang memiliki rasa tanggung jawab, tetapi jika mereka tidak terbimbing, mereka bisa menjadi orang yang tidak memiliki masa depan yang baik karena banyak kesalahan yang mereka lakukan. Semua perilaku yang menyimpang dari standar hukum pidana yang dilakukan oleh remaja dianggap sebagai kenakalan remaja. Bertindak seperti itu tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tetapi juga orang-orang di sekitarnya. Sejak terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal, masalah kenakalan remaja mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus. Kenakalan cukup berdampak buruk pada remaja, dan salah satu efek negatifnya adalah penularan HIV/AIDS. Menurut data WHO pada tahun 2023 penderita HIV/AIDS berjumlah 39,9 Juta jiwa. Data KEMENKES RI pada tahun 2023 terdapat kurang lebih 500 ribu jiwa penderita HIV/AIDS, sedangkan di daerah DI Yogyakarta kasus HIV/AIDS di tahun 2004 sampai 2024, ada 1.675 kasus HIV dan 329 kasus AIDS, menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta.

Penularan dari HIV/AIDS itu sendiri, dapat terjadi dari berbagai macam tindakan diantaranya adalah, Injecting Drug Users (IDUs) atau pengguna narkoba suntik (penasun) yang didominasi oleh laki-laki daripada perempuan, Adanya perilaku seksual sesama laki-laki (homoseksual/lelaki seks dengan lelaki /LSL), Penularan lewat transfusi darah yang ditranfusikan telah terinfeksi oleh HIV, Risiko penularan melalui transfusi darah ini terjadi hampir 100%. Penularan lewat kehamilan ibu hamil terinfeksi HIV, menular ke janin melalui plasenta dan risiko penularan ibu hamil ke janin yang dikandungnya berkisar 20%-40%. Risiko ini mungkin lebih besar kalau sang ibu sudah mencapai stadium kesakitan AIDS.

Infeksi HIV umumnya tidak memunculkan tampak atau gejala yang jelas di awal tekena virus tersebut. Infeksi HIV/AIDS biasanya memakan waktu hingga dua tahun sampai 15 tahun sampai gejala jelas muncul. HIV tidak akan merusak organ tubuh penderita secara instan. Virus tersebut menyerang sistem kekebalan tubuh secara bertahap dan melemahkannya hingga tubuh menjadi rentan terhadap penyakit, terutama infeksi. Gejala awal HIV biasanya serupa dengan gejala infeksi virus lainnya, seperti demam, sakit kepala, kelelahan, nyeri otot, penurunan berat badan yang lambat, dan pembengkakan kelenjar getah bening di tenggorokan, ketiak, atau pangkal paha. HIV dapat berkembang menjadi AIDS jika dibiarkan tanpa tindakan pengobatan awal lanjutan.

Pencegahan HIV/AIDS dapat dilakukan dengan formula ABC, yaitu A (Abstinensia) yang berarti tidak berhubungan seks sebelum menikah, B (Be Faithful) dengan setia hanya pada pasangan setelah menikah, dan C (Condom) yaitu menggunakan kondom jika cara A dan B tidak diterapkan. Tingginya kasus HIV/AIDS di Indonesia disebabkan oleh perilaku masyarakat yang belum sesuai. Perilaku ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor predisposisi seperti pengetahuan, sikap, dan keyakinan; faktor pendukung seperti akses layanan kesehatan dan ketersediaan sarana; serta faktor penguat seperti dukungan sosial dan norma budaya.

Virus HIV/AIDS tidak bisa disembuhkan dikarnakan belum ada obatnya, Namun untuk gejala penyakit ini bisa dikendalikan dengan cara meningkatan sistem imun dimana dengan cara pemberian terapi antiretoviral (ARV).Obat ARV tidak menyembuhkan HIV, tetapi membantu penderita hidup lebih lama dan sehat, serta menurunkan risiko penularan. ARV bekerja dengan mengurangi jumlah HIV dalam tubuh, menghambat perbanyakan virus, dan memperkuat sistem kekebalan. Ketika virus rendah atau tidak terdeteksi, risiko penularan ke orang lain juga berkurang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline