Lihat ke Halaman Asli

Aisyah Amira Wakang

Mahasiswi Universitas Airlangga

Di Balik Film "Lara Ati" Karya Bayu Skak terdapat Kritik dan Gebrakan untuk Berkarya

Diperbarui: 13 September 2022   12:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Poster Lara Ati (Instagram @base.id)

Di sore hari yang sedikit redup nan sejuk, kantor Harian Disway didatangi oleh rombongan pemain lokadrama "Lara Ati". Mereka adalah Bayu Skak (sebagai Joko), Dono Pradana (Fadli), Indra Pramujito (Riki), Sahila Hisyam (Farah), dan Ciccio Manassero (Alan). 

Baru saja berkumpul di halaman depan, mereka langsung berfoto di depan mural Harian Disway dan melanjutkan bincang-bincang bersama kami di dalam kantor.

Lokadrama Lara Ati sendiri berhasil menempati urutan 10 besar rating televisi nasional sejak penayangannya. Hal ini tentu menjadi kejutan bagi Bayu dan kawan-kawan sebab mereka tidak pernah mengira antusias masyarakat akan setinggi itu. Apalagi lokadrama ini menjunjung budaya lokal Jawa Timur yang menggunakan bahasa Jawa asli dalam penayangannya. 

"Bayangkan nih di film Lara Ati ada Jawa, ketemu Sunda, Madura, dan itu full. Ketika orang madura ngomong bahasa madura itu full," ujar Dono Pradana yang berperan sebagai Fadli sahabat Joko, pada Selasa (7/9/2022).

Alih-alih pesimis karena takut candaan yang tidak masuk atau bahasa yang tidak dimengerti walaupun terdapat subtitle, lokadrama ini justru mendapat perhatian hangat dari masyarakat Indonesia.

"Upaya yang dilakukan oleh kami ini adalah upaya yang dilakukan untuk mendisrupsi apa yang selama ini disajikan di pertelevisian kita. Dan syukur sekali, banyak masyarakat yang komentarnya itu gila 'aku udah lama lo nggak nonton TV, gara-gara ini aku nonton TV lagi.'" Ujar Bayu yang juga antusias mendapat cerita dari followers-nya. 

Disana, Bayu juga mempertegas bahwa series Loro Ati yang tayang di SCTV tidak bisa disamakan dengan sinetron, oleh karena itu dirinya menyebut series tersebut sebagai lokadrama. Lokadrama sendiri merupakan istilah kiasan yang ia ciptakan untuk membedakan teknis produksi sinetron dan hasil karyanya. 

"Karena aku menentang sekali ketika ini dinamakan dengan sinetron. Aku tidak sedang membuat sinetron. Yang kami lakukan adalah, kami sudah jelas di kontrak itu kami akan berhenti sejumlah 30 episode," jelas Bayu. 

Bayu selaku sutradara film juga menjelaskan bahwa pertelevisian di Indonesia terlalu sentralis karena selalu menayangkan kehidupan masyarakat ibu kota Jakarta. Sementara masyarakat di daerah ibarat dihambat untuk berkarya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline