Lihat ke Halaman Asli

Dua Kali Dikerjain Flexi

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Ahmad I. Khiyarulfalah, Bandung)

Dulu, belasan tahun y.l., tarif bicara dan sms telepon selular masih mahal. Bahkan untuk menelepon ke fixed phone dan sesama operator pun masih mahal.

Lalu PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) mengeluarkan yang namanya fixed wireless dengan merk dagang Telkom Flexi. Dengan dua macam terminal pelanggan, satu mirip dengan telepon rumah (tetapi berantena) dan satunya lagi beragam handset yang bisa dibawa-bawa dengan dikantongi saja. Karena tarif bicara ke telepon rumah dan ke sesama Flexi serta tarif sms yang lebih murah, maka tidak memerlukan waktu yang lama, Flexi meraih pelanggan yang cukup banyak. Pada masa puncaknya, ada lebih 14 juta pelanggan Flexi.

Pada masa itu, para pemakai telepon selular mulai membawa-bawa lebih dari satu pesawat telepon, GSM dan Flexi. Pesawat GSM lebih banyak dipakai untuk menerima panggilan, sedangkan Flexi dipakai untuk memanggil. Karena tarif panggilan ke GSM pun relatif lebih murah.

Tahun 2007 terjadi perpindahan frekwensi yang dipakai Flexi di DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat dari 1900 MHz ke 800 Mhz

Konsekwensinya, para pelanggan Flexi yang memakai handset gelombang tunggal 1900 MHz "dipaksa" untuk mengganti pesawat teleponnya. Pemerintah bersama Telkom memanggil para pelanggan Flexi di ketiga daerah tersebut untuk mengganti pesawat teleponnya atau bagi yang memakai pesawat telepon yang multi gelombang, dibantu pengaturannya.

Saat itulah penulis pertama kali dikerjain oleh Flexi.

Pelanggan dipanggil ke Plasa Telkom terdekat dalam rentang waktu yang relatif singkat. Akibatnya, terjadi antrian. Waktu itu penulis harus menunggu sampai tiga jam untuk mendapatkan pesawat telpon pengganti. Menurut kabar burung yang sulit dikonfirmasi, selain mendapat penggantian pesawat telepon, pelanggan juga mendapat voucher pulsa. Tetapi, penulis yang hanya mendapat penggantian pesawat telepon, sudah bersyukur tidak harus membeli pesawat baru gara-gara pemindahan frekwensi itu.

Dengan berjalannya waktu, pelanggan Flexi semakin berkurang saja. Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan Flexi sebagai fixed wireless yang tidak bisa otomatis roaming di luar kode areanya. Selain itu, karena tarif telepon GSM yang telah dibikin murah, terutama ke sesama operator. Murahnya tarif GSM tersebut, entah karena kartel atau "dipaksa" oleh regulator (Pemerintah).

Akibat tingginya churn dan rendahnya ARPU, Telkom merasa keteteran mengoperasikan Flexi. Di sisi lain, anak perusahaan Telkom yang mengoperasikan GSM (Telkomsel) semakin berjaya. Maka timbullah gagasan untuk men-sinergi-kan dua unit usaha Telkom ini. Caranya dengan memindahkan pelanggan Flexi ke Telkomsel. Skema pemindahannya adalah pelanggan Flexi yang masih aktif diberi nomor kartu As Telkomsel serta diberi voucher yang nilainya tergantung dari besaran rata-rata pemakaian pulsa tiga bulan terakhir.

Di sini lah awal penulis dikerjain kedua-kalinya.

Melalui SMS, penulis diundang ke Plasa Telkom terdekat untuk menukarkan nomor Flexi ke kartu As.

Pada tanggal yang telah ditentukan, penulis mendatangi Plasa Telkom di Jalan Lembong Bandung. Setelah mengambil nomor antrian, penulis duduk menunggu di dekat petugas yang khusus mengurus upgrade Flexi ke kartu As. Telah banyak pelanggan Flexi yang mengantri. Ada enam pelanggan yang sedang menunggu dan satu yang sedang dilayani.

Penulis mengukur waktu berapa lama satu pelanggan dilayani. Ternyata satu pelanggan memakan waktu sekitar 30 menit. Artinya, penulis harus menunggu 3 jam lagi untuk dilayani.

Dengan meminta maaf kepada pelanggan yang sedang dilayani, penulis bertanya apakah di luar tanggal yang ditentukan masih akan dilayani, jawaban petugas adalah "masih bisa".

Karenanya penulis pergi meninggalkan Plasa Telkom untuk kembali di hari lainnya.

Dua minggu kemudian, (01 Desember 2014)penulis kembali mendatangi Plasa Telkom Jalan Lembong. Kali ini datang pada jam 07.45, dengan harapan menjadi pengantri pertama saat pintu ruang pelayanan dibuka. Ternyata, pelanggan Flexi lain pun ada yang berfikiran sama seperti penulis. Pada jam tersebut telah ada dua orang menunggu di depan pintu terkunci. Kalau cuma dua orang, penulis memutuskan untuk mengantri.

Tepat jam 08.00 pintu dibuka dan penulis mendapat nomor antrian 503, dan dengan ramah petugas mempersilakn untuk duduk menunggu. Pukul 08.12 petugas mulai memanggil pengantri nomor 501. Jadi  perlu waktu persiapan 12 menit untuk memulai pelayanan.

Pukul 08.20, pengantri nomor 502 dipanggil ke loket lain. Loket ini memerlukan waktu 20 menit untuk memulai pelayanannya.

Alhamdulillah, berbeda dengan yang kedatangan pertama, ternyata hari itu lebih dari satu lloket yang melakukan pelayanan.

Pukul 08.30, pelanggan nomor antrian 501 telah selesai. Tetapi baru 10 menit kemudian giliran penulis dipanggil. Mungkin memang perlu 10 menit untuk beres-beres dan mulai melayani pelanggan selanjutnya.

Setelah ucapan selamat pagi dan basa-basi singkat, penulis ditanya nomor Flexi dan KTP dipinjam untuk difotokopi. Setelah diberitahu bahwa kartu Flexi akan diganti dengan kartu As, dan penulis mengiyakan, maka petugas itu mulai ngetik-ngetik di komputernya. Tak lama dia berdiri sambil membawa KTP penulis untuk difotokopi. Petugas tidak lama datang lagi dengan membawa seberkas printout dan fotokopi KTP. Saat ini lah petugas tersebut meminta kartu Flexi dari penulis dan mengatakan bahwa kartu SIM pengganti belum bisa diberikan karena ada gangguan pada aplikasi. Karena ada gangguan ini, petugas meminta nomor telepon lain yang bisa dihubungi dan berjanji akan menghubungi penulis jika aplikasi sudah selesai diperbaiki. Ditambahkan oleh petugas itu bahwa biasanya gangguan seperti ini tidak akan memakan waktu berhari-hari. Entah aplikasi mana yang terganggu hingga mengakibatkan kartu SIM pengganti tidak dapat diserahkan. Karena menurut logika penulis, jika gangguan hanya di aplikasinya, kartu SIM penggati bisa saja diberikan sambil aplikasi di sisi Telkom diperbaiki. Setelah aplikasi selesai diperbaiki, pelanggan tidak perlu datang lagi ke Plasa Telkom hanya untuk mengambil kartu SIM. Tetapi karena logika PT Telkom berbeda dan penulis sedang enggan berargumen, jadi penulis manut saja disuruh pulang dan menunggu, sambil tidak lagi memiliki nomor Flexi.

Akan tetapi, sampai tulisan ini dibuat, lebih dari DUA MINGGU penulis menunggu, tidak ada panggilan dari Telkom seperti yang dijanjikan,

Entah sampai kapan penulis harus bersabar menunggu nomor pengganti Flexi seperti yang telah dijanjikan.

Bandung, 17 Desember 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline