Lihat ke Halaman Asli

A Iskandar Zulkarnain

SME enthusiast, Hajj and Umra enthusiast, Finance and Banking practitioners

Makan Bergizi Gratis, Solusi Mengubah Food Waste Jadi Harapan Anak Bangsa

Diperbarui: 26 Januari 2025   10:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.mori2a.com/en/dont-stop/news/prodotti/stop-food-waste/

Makan Bergizi Gratis, Solusi Mengubah Food Waste Jadi Harapan Anak Bangsa

Indonesia, negara dengan kekayaan sumber daya alamnya, menyimpan potensi besar untuk menjadi lumbung pangan dunia. Sebagai produsen utama berbagai komoditas pertanian seperti beras, kelapa sawit, dan ikan, Indonesia seharusnya mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya secara merata. Namun, di balik kelimpahan tersebut, terdapat ironi besar: Indonesia membuang puluhan juta ton makanan setiap tahunnya, sementara jutaan anak-anak masih menderita stunting dan kelaparan.

Fenomena ini mencerminkan ketidakseimbangan mendasar dalam sistem pangan nasional. Tingginya angka food waste di Indonesia yang mencapai 23-48 juta ton per tahun bertolak belakang dengan kenyataan bahwa 21,6% anak balita di Indonesia mengalami stunting, angka yang jauh dari target WHO. Untuk menjembatani paradoks ini, program Makan Bergizi Gratis (MBG) hadir sebagai inisiatif strategis yang memanfaakan surplus pangan untuk memberi nutrisi kepada kelompok masyarakat rentan, terutama anak-anak.

Tulisan ini membahas bagaimana program MBG dapat menjadi solusi untuk mengatasi food waste, menekan angka stunting, dan menciptakan sistem pangan yang lebih adil dan berkelanjutan.

Skala Food Waste di Indonesia

Indonesia menghasilkan limbah makanan yang mencengangkan: hingga 48 juta ton setiap tahunnya. Angka ini setara dengan 115-184 kilogram makanan yang terbuang per kapita per tahun. Sumber food waste ini berasal dari rumah tangga, restoran, pasar tradisional, hingga sektor pertanian. Ironisnya, sebagian besar limbah makanan ini masih layak konsumsi, tetapi berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) karena distribusi yang buruk dan kurangnya kesadaran masyarakat.

Food waste juga membawa dampak negatif bagi lingkungan. Limbah makanan yang membusuk menghasilkan gas metana, salah satu gas rumah kaca yang mempercepat pemanasan global. Di sisi lain, dari perspektif ekonomi, limbah makanan ini bernilai lebih dari Rp213 triliun per tahun, potensi yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk membantu kelompok masyarakat yang membutuhkan.

Di sinilah peran program MBG menjadi relevan. Dengan memanfaatkan surplus pangan dari berbagai sumber seperti restoran, supermarket, dan pasar tradisional, MBG dapat mengurangi limbah makanan sekaligus mendistribusikan makanan layak konsumsi kepada masyarakat miskin. Dalam konteks ini, MBG tidak hanya mengatasi food waste, tetapi juga menyasar masalah ketimpangan distribusi pangan yang menjadi akar dari masalah kelaparan dan stunting.

Masalah Stunting dan Kelaparan

Stunting adalah salah satu masalah gizi kronis yang dihadapi Indonesia, yang berdampak pada lebih dari 1 dari 5 anak balita. Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan gizi jangka panjang, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan anak, yang berdampak pada pertumbuhan fisik, perkembangan kognitif, dan produktivitas di masa depan. Masalah ini lebih parah di daerah-daerah seperti NTT, Papua, dan Sulawesi Barat, di mana prevalensi stunting mencapai lebih dari 30%.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline