Lihat ke Halaman Asli

Aisha Tania Rahma Pribadi

Mahasiswa Hubungan Internasional - UPN "Veteran" Yogyakarta

Negara-Negara Baltik: Pemegang Peringkat Tertinggi Inflasi di Eropa

Diperbarui: 1 April 2023   10:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Inflasi dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketika harga barang dan jasa secara umum mengalami kenaikan secara terus-menerus dalam jangka waktu tertentu. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan masyarakat terus menurun. Kondisi tersebut akan mengurangi daya beli masyarakat dan akan berpengaruh terhadap penurunan standar kehidupan masyarakat di suatu negara. Hal inilah yang dirasakan oleh banyak negara di dunia saat ini.

Sejak kebijakan lockdown diperkenalkan di awal pandemi Covid-19, berbagai harga komoditas termasuk makanan telah meningkat. Ketika pandemi sudah mereda pun efek lonjakan harga makanan ditambah dengan bahan bakar masih. Saat ini, negara-negara di dunia berfokus mengupayakan pemulihan ekonomi mereka. Meskipun demikian, upaya tersebut banyak mengalami hambatan dikarenakan inflasi. Badan statistik Uni Eropa (Eurostat) memperkirakan bahwa tingkat Inflasi di kawasan Uni Eropa sendiri mencapai rekor tertinggi yaitu dari angka 9,1% di bulan Agustus menjadi 10,0% di bulan September 2022.

Faktor utama peningkatan inflasi di Eropa adalah krisis energi. Bahkan sebelum invasi Rusia ke Ukraina terjadi, negara-negara di Eropa sudah terhantam dengan lonjakan harga bahan bakar. Kini, tantangan mereka bertambah dengan adanya gangguan pemasokan minyak atau gas alam dari Rusia kepada negara-negara Eropa yang sebelumnya memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia. Moskow juga menyatakan bahwa pihaknya tidak akan sepenuhnya memasok bahan bakar ke Eropa apabila sanksi yang diberikan tidak dicabut. Hal ini tentunya memperburuk krisis energi yang ada. Apalagi ditambah dengan fakta bahwa Rusia merupakan pemasok utama minyak, gas alam, dan batu bara ke Uni Eropa, menyumbang sekitar seperempat dari pasokan energinya.

Kurangnya persediaan bahan bakar ini kemudian berimplikasi pada hambatan pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Negara-negara di Uni Eropa sangat bergantung pada pasokan energi dari Rusia. Mulai dari menggerakkan industri hingga menghangatkan rumah. Apabila kondisi ini berlangsung lebih lama, tentunya standar kehidupan masyarakat di Eropa akan semakin menurun.

Dari keseluruhan negara Uni Eropa, peningkatan inflasi yang paling dramatis dialami oleh negara-negara Baltik. Estonia mengalami tingkat inflasi tertinggi dari tahun ke tahun yaitu dari 6,4% pada bulan September 2021 menjadi 24,2% pada bulan September 2022. Sementara itu, Latvia dan Lithuania menyusul dengan masing-masing kenaikan mencapai 22,4% dan 22,5%. Negara-negara Baltik sendiri merupakan istilah geopolitik untuk menunjukkan tiga negara di kawasan Eropa Timur yaitu Estonia, Latvia, dan Lithuania. Negara-negara Baltik sendiri terletak di sebelah timur Laut Baltik dan merupakan negara-negara pecahan dari Uni Soviet.  

Lantas mengapa negara-negara Baltik memiliki tingkat inflasi yang lebih besar dibandingkan negara-negara lainnya?

  • Ketergantungan Tinggi terhadap bahan bakar dari Rusia

Faktor kedua yang memengaruhi tingkat inflasi negara Baltik adalah ketergantungan yang tinggi terhadap bahan bakar dari Rusia. Sejak masa Uni Soviet hingga sebelum invasinya ke Ukraina, Rusia sudah menjadi pemain yang penting dalam pemasokan bahan bakar negara-negara Baltik. Dependensi yang tinggi ini juga dikarenakan bahan bakar alternatif lebih mahal dibandingkan yang diimpor dari Rusia. Maka dari itu, saat negara-negara Baltik menghentikan impor bahan bakarnya dari Rusia mereka tetap merasakan dampak negatif.

  • Kenaikan harga yang lebih cepat dibandingkan kawasan Eropa yang lain

Invasi Rusia ke Ukraina menyebabkan kenaikan harga yang lebih tajam, terutama dalam komoditas pangan dan energi. Namun, inflasi di negara-negara Baltik mengalami kenaikan yang jauh lebih cepat. Salah satu penyebab utama kenaikan inflasi ini adalah kenaikan harga komoditas global. Dengan musim dingin yang akan datang, permintaan akan gas alam dan bahan pangan juga tetap tinggi. Pada saat yang sama, masyarakat negara-negara Baltik lebih banyak menghabiskan pendapatannya untuk memasok bahan bakar dan makanan. Maka dari itu, dampak inflasi terasa lebih cepat dan tajam.

  • Hubungan ekonomi yang kuat dengan Rusia

Sebelum invasi Ukraina, negara-negara Baltik memiliki hubungan remittance dan dagang langsung dengan Rusia. Afiliasi yang dekat dengan Rusia ini menjadikan inflasi yang tinggi sebagai konsekuensi langsung dari sanksi yang dijatuhkan kepada Rusia. Kini, negara-negara Baltik harus bergeser ke alternatif lain agar roda ekonomi tetap berjalan dan agar kebutuhan energi dan pangan terpenuhi.

Pada awal bulan April 2022, ketiga negara Baltik telah menghentikan impor bahan bakar dari Rusia. Sebagai gantinya, ketiga negara ini harus mengakses sumber lain untuk memasok energinya. Untuk mengisi celah yang ada, negara-negara Baltik memilih memanfaatkan infrastruktur yang ada yaitu terminal Liquid Natural Gas (LNG) di Klaipda dan infratsruktur yang sedang dibangun yaitu pipa gas Gas Interconnection Poland-Lithuania (GIPL), dan terminal LNG di pelabuhan Hamina di Finlandia. Infrastruktur ini memungkinkan penyediaan pasokan energi alternatif dengan memanfaatkan kapasitas transmisi antar negara.

Pertumbuhan upah yang didorong oleh kekurangan tenaga kerja, sektor publik yang tinggi, dan upah minimum diperkirakan akan tetap kuat di tahun 2022. Meskipun demikian, hasilnya hanya akan mengimbangi sebagian dampak negatif yang dirasakan di tengah konflik Rusia dan Ukraina. International Monetary Fund memperkirakan bahwa pertumbuhan di ketiga negara Baltik akan minimal 1,8% di Lithuania, 1% di Latvia, dan hanya 0,2% di Estonia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline