Pengangguran adalah tantangan yang terus menghantui banyak negara, termasuk Indonesia. Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi seharusnya menjadi harapan dan solusi untuk mengatasi berbagai persoalan masyarakat. Namun, kenyataan yang sering terjadi adalah bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut kerap gagal mengatasi lonjakan angka pengangguran. Fenomena tersebut menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi adalah indikator utama untuk menilai kinerja suatu perekonomian.
Indikator ini menjadi tolak ukur dalam menganalisis sejauh mana keberhasilan pembangunan ekonomi yang telah dicapai oleh suatu negara atau daerah. Namun, ironi yang sering terjadi adalah pertumbuhan ini seringkali tidak diiringi dengan penurunan tingkat pengangguran. Sebaliknya, banyak negara yang justru menghadapi dilema ekonomi, perekonomian tumbuh tetapi lapangan kerja yang tercipta tidak cukup untuk menyerap tenaga kerja baru. Ini menjadi pertanyaan besar, apakah kita siap menghadapi kenyataan pahit bahwa pengangguran terus mengintai di tengah pertumbuhan ekonomi yang telah dijanjikan?.
Ketenagakerjaan sejatinya merupakan salah satu pilar utama yang berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Bagaimana mungkin sebuah negara yang ekonominya tumbuh tetapi masih menghadapi masalah besar dalam penyediaan lapangan pekerjaan yang memadai? Pengangguran bukan sekedar angka di atas kertas, ini adalah masalah kompleks yang memiliki dampak langsung pada stabilitas sosial dan kesejahteraan masyarakat.
Misalnya saja, di Kota Pekalongan, tingkat pengangguran meningkat dari 4,98% pada tahun 2022 menjadi 5,02% pada tahun 2023. Kondisi ini menunjukkan ketidakseimbangan antara penawaran tenaga kerja dengan permintaan di pasar tenaga kerja. Pasar tenaga kerja, sebagaimana yang dijelaskan oleh Mankiew (2003), dipengaruhi oleh dua kekuatan utama yakni permintaan dan penawaran tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja berasal dari pihak perusahaan (produsen), sedangkan penawaran tenaga kerja berasal dari individu yang mencari pekerjaan.
Ketika permintaan meningkat, seharusnya produksi barang dan jasa juga meningkat, yang pada gilirannya akan menambah penggunaan tenaga kerja. Namun, realitanya seringkali berbeda. Ketidakseimbangan muncul ketika jumlah tenaga kerja yang tersedia jauh melebihi permintaan dari pasar kerja. Minimnya jumlah permintaan tenaga kerja akan menyebabkan kelebihan pasokan tenaga kerja yang siap bekerja, sehingga memicu terjadinya pengangguran.
Pengangguran merupakan keadaan dimana seseorang yang memiliki keinginan dan kemampuan untuk bekerja tetapi belum berhasil memperoleh pekerjaan. Situasi ini, jika berlangsung dalam jangka waktu yang lama, tentu akan menimbulkan dampak psikologis yang buruk, baik bagi diri individu yang mengalami maupun keluarganya. Bagaimana tidak, ketiadaan pendapatan sering kali memaksa seseorang untuk menekan pengeluaran konsumsinya, yang pada akhirnya menurunkan kualitas hidup secara signifikan.
Apabila tingkat pengangguran di suatu negara mencapai angka yang sangat tinggi, hal tersebut tidak hanya memengaruhi perekonomian, tetapi juga berpotensi memicu ketidakstabilan sosial dan politik, seperti meningkatnya tingkat kriminalitas dan konflik sosial akibatnya ketidakpuasan. Jika terus dibiarkan, kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan dapat terganggu, sehingga menciptakan lingkaran permasalahan yang sulit untuk diatasi tanpa upaya yang terkoordinasi.
Pernahkah kita memikirkan mengapa pengangguran tetap menjadi masalah yang tergolong sulit untuk diatasi? Ada berbagai faktor yang menyebabkan pengangguran menjadi masalah yang sulit diatasi. Pertama, Pengangguran terjadi karena keterbatasan lapangan pekerjaan yang tersedia. Permintaan tenaga kerja dari perusahaan tidak mampu mengejar cepatnya peningkatan penawaran tenaga kerja, hal tersebut disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang tiap tahunnya terus meningkat sehingga menciptakan lebih banyak pencari kerja. Kedua, pengangguran juga terjadi akibat banyaknya pencari kerja yang tidak memiliki keahlian sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh perusahaan. Ketiga, kurangnya akses informasi terhadap perusahaan mana yang sedang membutuhkan tenaga kerja.
Keempat, adanya ketidakmerataan peluang kerja di Indonesia, di mana sebagian besar lapangan pekerjaan terkonsentrasi di kota-kota besar, menyebabkan urbanisasi besar-besaran yang semakin memperparah ketimpangan. Keempat, budaya malas dan mental mudah menyerah yang telah mengakar di kalangan pencari kerja juga berkontribusi pada tingginya angka pengangguran. Kelima, adanya keinginan individu yang memilih tidak bekerja sementara waktu karena ingin mencari pekerjaan lain yang lebih baik. Keenam, penggunaan peralatan produksi modern juga turut menjadi faktor penyumbang angka pengangguran, dengan semakin banyak proses yang diotomisasi, kebutuhan akan tenaga kerja manusia berkurang sehingga sebagian pekerja kehilangan pekerjaan mereka. Ketujuh, yang terakhir dan sering terjadi adalah banyaknya lulusan baru yang belum memiliki pengalaman kerja, sedangkan perusahaan yang merekrut anggotanya berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh pencari kerja.
Lalu bagaimana upaya yang harus dilakukan menanggapi masalah tersebut? Mengatasi pengangguran memerlukan langkah strategis yang melibatkan kolaborasi antar pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Dalam upaya menekan angka pengangguran yang semakin meningkat, pemerintah Kota Pekalongan, misalnya, telah mengambil sejumlah inisiatif untuk mengatasi peningkatan angka pengangguran, salah satunya adalah penyelenggaraan job fair yang akan dilaksanakan pada bulan September 2024. Kegiatan ini tentu berperan penting sebagai penghubung antara para pencari kerja dengan perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja.
Selain itu, Pemerintah Kota Pekalongan juga mengadakan kegiatan pelatihan di 27 kelurahan serta di Balai Latihan Kerja (BLK). Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat, sehingga mereka memiliki bekal yang memadai baik untuk membuka usaha maupun untuk memasuki dunia kerja. Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Dinperinaker) juga menggandeng Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) yang ada di Kota Pekalongan untuk membekali keterampilan masyarakat. Kerjasama ini diharapkan dapat meningkatkan tenaga kerja di Kota Pekalongan, sehingga mereka lebih siap bersaing di dunia kerja yang semakin kompetitif.