Masalah kesehatan saat ini menjadi perhatian utama di Nusa Tenggara Barat salah satunya adalah kekurangan gizi pada anak-anak khususnya stunting. Kurang gizi merupakan keadaan dimana tidak terpenuhinya kebutuhan gizi yang berlangsung sejak lama. Kurang gizi bahkan dapat dimulai sejak dalam kandungan. Setelah lahir, pemenuhan gizi harus diperhatikan untuk anak paling tidak sampai usia 2 tahun. Kekurangan gizi dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan anak mengalami perlambatan. Stunting merupakan kondisi di mana anak-anak memiliki tinggi badan yang jauh lebih pendek dibandingkan dengan anak-anak seusianya akibat kekurangan asupan gizi kronis pada masa awal pertumbuhan. Pada tahun 2023, prevalensi stunting di wilayah NTB mencapai 24,6%.
Beberapa faktor utama yang menyebabkan stunting di NTB yaitu keadaan ekonomi serta pengetahuan orang tua terhadap gizi yang rendah. Meskipun di NTB terdapat berbagai macam pangan dengan kandungan gizi yang baik, Namun dikarenakan banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan membuat akses dan daya beli terhadap makanan bergizi sangat terbatas. Tingkat pengetahuan dan pendidikan dari orang tua yang rendah juga berperan sebagai penyebab stunting. Kurangnya pengetahuan ibu hamil dan menyusui mengenai pentingnya gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan anak, yang dikenal sebagai periode kritis bagi pertumbuhan dan perkembangan mereka. Kurangnya kesadaran ini sering kali menyebabkan asupan gizi yang tidak seimbang, seperti dominasi karbohidrat tanpa asupan protein, vitamin, dan mineral yang cukup (Syuhada et al., 2024).
Dampak dari stunting sangat besar, baik pada individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Anak-anak yang mengalami stunting tidak hanya memiliki postur tubuh yang pendek, tetapi juga lebih rentan terhadap penyakit dan cenderung memiliki keterlambatan perkembangan kognitif. Dampak jangka panjang lainnya dari stunting yaitu postur tubuh yang tidak sesuai saat dewasa, risiko mengalami obesitas yang dapat menurunkan penyakit lain, serta menurunnya kesehatan reproduksi sehingga tidak dapat memaksimalkan produktivitas dan kapasitas kerja.
Untuk memahami masalah stunting pada masyarakat menggunakan teori lingkaran kemiskinan dari Myrdal (1957) yang menjelaskan bahwa kemiskinan tidak hanya menyebabkan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan gizi, tetapi juga menciptakan lingkaran setan di mana anak-anak yang tumbuh dengan gizi buruk akan tumbuh menjadi orang dewasa dengan kemampuan ekonomi yang rendah. Dengan pendapatan yang rendah, akses pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi tidak tercukupi. Lingkaran ini berulang dari generasi ke generasi kecuali ada intervensi yang tepat. Masalah kekurangan gizi pada anak-anak di NTB dapat karena minimnya akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial. Kemiskinan yang terjadi di wilayah ini membuat keluarga sulit memperoleh makanan bergizi, sementara akses ke layanan kesehatan juga terbatas. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian dari Aini et al. (2018) di mana tingkat pendapatan orang tua juga merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan stunting.
Selain itu terkait masalah gizi pada anak-anak juga akibat kurangnya pengetahuan gizi orang tua. Dalam pandangan Maslow (1943) tanpa pemenuhan kebutuhan fisiologis ini, perkembangan anak menjadi terhambat, baik secara fisik maupun mental. Masalah kekurangan gizi balita secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh pengetahuan gizi ibu yang kurang terhadap pentingnya gizi dalam 1.000 hari pertama kehidupan sehingga menimbulkan masalah gizi pada anak. Pengetahuan tentang gizi merupakan hal dasar dalam menentukan konsumsi makanan seorang individu. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Siska (2021) yaitu ibu dengan pengetahuan yang rendah tentang gizi dan kesehatan selama kehamilan memiliki peluang sebesar 2,1 kali lipat untuk memiliki anak stunting dibandingkan ibu dengan pengetahuan yang tinggi. Seseorang dengan pengetahuan yang baik memiliki kemampuan dalam menerapkan pengetahuan terkait gizi untuk memilih maupun mengelola makanan sehari-hari sehingga konsumsi pangan dapat tercukupi. Sejalan dengan penelitian Puspasari dan Andriani (2017), penyebab masalah gizi yang dapat terjadi pada balita adalah tidak seimbangnya antara jumlah asupan makan atau zat gizi yang diperoleh dari makanan dengan kebutuhan gizi yang dianjurkan pada balita misalnya Kekurangan Energi Protein (KEP).
Upaya pencegahan stunting dapat dilakukan pada 1.000 hari pertama kehidupan yaitu dengan asupan gizi yang baik dan pemberian ASI eksklusif. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pengetahuan kepada ibu hamil dan melahirkan tentang asupan gizi yang baik dan seimbang. Dengan pengetahuan ibu yang baik, ibu dapat memaksimalkan pemanfaatan pangan sehingga kecukupan asupan gizi tercukupi. sebagai negara tropis, Indonesia memiliki banyak macam pangan lokal yang pemanfaatannya dapat digunakan sebagai bahan pangan untuk pemenuhan gizi sehingga stunting dapat teratasi. Upaya peningkatan pendapatan maupun kemampuan daya beli pada kelompok tergolong rentan pangan merupakan kunci untuk meningkatkan akses terhadap pangan.
Pada lingkungan sekitar, stunting dapat dicegah dengan cara penyediaan air bersih, peningkatan kesadaran terhadap sanitasi, serta peningkatan layanan kesehatan. Upaya pencegahan stunting merupakan prioritas nasional pemerintah Indonesia. Program prioritas dalam pencegahan stunting diantaranya yaitu percepatan pengurangan kemiskinan, peningkatan pelayanan kesehatan dan gizi masyarakat, pemerataan layanan pendidikan berkualitas, peningkatan akses kesehatan dan pemukiman layak, serta peningkatan tata kelola layanan dasar.
Masalah kekurangan gizi yang menyebabkan stunting pada anak-anak di NTB merupakan fenomena kompleks yang melibatkan berbagai faktor ekonomi, sosial, dan budaya. Lingkaran kemiskinan menjadi faktor utama yang memperparah masalah ini. Dampak dari stunting sangat besar, baik pada individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Untuk mengatasi masalah stunting ini, diperlukan intervensi yang holistik, mulai dari perbaikan akses terhadap layanan kesehatan, peningkatan kesadaran gizi melalui pendidikan, serta dukungan kebijakan pemerintah yang lebih kuat. Solusi yang efektif dapat meliputi program pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil dan anak-anak, kampanye kesadaran gizi, serta peningkatan kualitas layanan kesehatan di daerah terpencil. Hanya dengan pendekatan yang komprehensif, masalah ini dapat diselesaikan dan siklus kemiskinan dapat diputus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H