Saat itu hari masih pagi, dari dalam rumah saya melihat ibu-ibu sedang asyik belanja di pedagang keliling dan sambil ngerumpi tentunya. Kok kelihatannya asyik. Jadi penasaran he..he.. Tadi dari dalam rumah saya sempat dengar mereka lagi cerita soal tilang kendaraan bermotor. Keluar ah! Sekalian mau beli cining jajanan pasar kesukaan saya.
Dengan bangga salah satu ibu-ibu tetangga saya itu bercerita, sebut saja Bu A. Kalau kemarin dia bisa lolos dari tilang walau harus keluar uang dua puluh ribu. Lho kok bisa? Katanya keluarkan saja STNK plus KTP kita, dalam STNK selipkan uangnya. Serahkan pada petugas yang menanyai kita. Terus KTPnya buat apa? Ya KTPnya kan seperti SIM, nah KTP itu kalau dilihat sekilas kan seperti SIM. Jadi setelah petugas itu memeriksanya, di mata teman-teman petugas itu kelihatannya kan surat-suratnya lengkap. Dan silahkan! tetangga saya itupun boleh pergi, setelah uang 20 ribu itu diambil dengan terampilnya oleh petugas itu.
O... Begitu ya? sayapun melongo dengan suksesnya. Boleh juga tuh kapan-kapan dicoba. Tapi resiko tanggung sendiri. Ha..ha.. Mari tertawa lagi.
Mendengar cerita tetangga saya itu, saya jadi teringat kira-kira sebulan lalu, karena alasan banyaknya rasia PJR alias polisi jalan raya, saya sebagai orang yang sedang tak memiliki ijin untuk mengemudi alias SIM, saya putuskan ke kota dengan naik bis saja.
Setelah beberapa lama menunggu, berhentilah salah satu bis karena lambaian tangan saya. Dan bis yang saya tumpangipun melaju kembali. Hingga pada satu pertigaan, kernet berteriak bahwa yang turun terminal lama harus turun disitu.
Yah, kasihan para penumpang yang turun itu. Pasti bis ini sedang berkejaran dengan waktu batin saya. Benar ternyata bis ini memang potong kompas. Dia tidak lewat jalur semestinya. Tapi malah lewat jalur yang bahkan bis tidak boleh lewat.
Dan ketika bis saya sampai ditempat saya turun, sopir bis saya nampak menyerahkan dua lembar uang lima ribuah pada kernetnya. Saya kira sopir bis saya itu mau bayar utang, atau entah transaksi apalah dengan kernetnya. Tapi ternyata saya salah. Kernet itu malah ikut turun bersama saya. Dan berlari menyeberang jalan dimana tampak ada dua orang polisi disana. Uang itu ternyata....
Sayapun yang menyaksikan kejadian cuma bisa tersenyum manis pada mereka. Dalam hati waktu itu saya berkata, ternyata begitu. Cuma dengan uang sepuluh ribu bisa menyelesai masalah pelanggaran jalur. Sungguh ironis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H