Suku Sunda merupakan etnis bagian dari Jawa Barat yang memiliki banyak budaya salah satunya budaya kearifan lokal yang masih berkembang di masyarakat Jawa Barat termasuk Kampung Adat Dukuh. Masyarakat Kampung Adat Dukuh memiliki keunikan tersendiri dari Kampung Adat lain terutama yang berada di Jawa Barat, selain dari tradisi masyarakat yang sangat menaati aturan Adat di sekitar lingkungannya serta masyarakatnya memiliki kebiasaan hidup tradisional baik dari cara berpakaian maupun tradisi keagamaan dalam ziarah ke makan dengan melakukan tradisi tertentu yang menyebabkan banyaknya masyarakat luar kampung adat untuk berkunjung, tentu pola hidup yang agamis menjadikan masyarakat banyak tertarik untuk mengunjungi Kampung Adat ini serta dapat dilihat dari penduduknya yang dominan beragama islam.
Budaya yang ada pada masyarakat Kampung Adat ini belum tentu dimiliki oleh Kampung Adat di daerah lain serta pola perilaku masyarakat yang pasti berbeda. Menurut Rohaeni & Emilda, (2021, hlm. 428 ). Wilayah Dukuh dalam kepemerintahan satu rukun warga (RW), terdiri dari masyarakat Dukuh Luar dan Dukuh Dalam yang disebut Masyarakat Adat. Perbedaan Luar dan Dalam terletak pada ketaatan terhadap aturan dan larangan yang dilaksanakan hal-hal tertentu, sesuai ajaran Syeh Abdul Jalil.
Prinsip tradisional di Kampung Dukuh ini masih berlaku sebagai pranata sosial yang dapat mengendalikan perilaku manusia dalam berinteraksi dengan alam atau dengan sesamanya. Penguatan pendidikan dalam konteks nilai-nilai budaya sangat relevan untuk diajarkan dalam situasi dan kondisi saat ini penurunan nilai-nilai agama cukup tinggi dibandingkan dahulu yang tunduk patuh pada ajaran yang berlaku di lingkungan sekitar termasuk dengan nilai budaya lokal sangat dijunjung tinggi, berbeda hal di zaman modern saat ini penurunan nilai-nilai budaya lokal menjadi masalah sosial yang kurang ditangani secara tuntas bahkan tidak banyak yang tau tentang beberapa budaya yang masih berkembang saat ini. Menurut Mulyana et al., (2022, hlm. 12). Budaya menjadi suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Keberagaman budaya, yang memiliki perbedaan satu wilayah dengan wilayah lainnya. Namun dasarnya seluruh budaya yang ada pada hidup manusia, menjadi nilai kebaikan bila budaya tersebut dijadikan landasan kebaikan. Problematika yang terjadi saat ini adalah dalam aspek rendahnya kemampuan masyarakat khususnya para generasi muda dalam menjaga kelestarian budaya dan sejarah yang berada di daerahnya.Masalah terkait penurunan nilai-nilai budaya harus diantisipasi, dengan menjadikan nilai-nilai Cebor Opat Puluh untuk dijadikan kajian terkait penurunan nilai budaya yang lebih di fokuskan pada sosiologi budaya.
Istilah Cebor Opat Puluh berasal dari bahasa Sunda yang artinya mandi dengan empat puluh kali Kucuran (basuhan). Tradisi Cebor Opat Puluh adalah kegiatan mandi yang dipimpin oleh kuncen bernama Mama Uluk serta kedua anaknya, anak dari Mama Uluk yang merupakan wakil dari kuncen Kampung Dukuh orang yang telah dipercaya dan ditugaskan untuk memimpin Tradisi Cebor Opat Puluh. Istilah makna dari penanaman tradisi ini yaitu berdasarkan bacaan atau doa dengan membacakan Istighfar empat puluh kali salah satu tindakan yang dilakukan untuk memohon ampunan kepada Allah dalam mensucikan diri serta empat puluh kali siraman dengan tujuan untuk membersihkan jiwa dalam berbagai alasan tertentu terkait jasmani dan rohani. Makna Opat Puluh berdasarkan pandangan islam aturan mandinya disesuaikan dengan do,a yaitu Opat Puluh berkaitan dengan syariat lahir.
Pelaksanaan Cebor Opat Puluh terbagi ke dalam dua bagian yaitu pelaksanaan secara khusus dan pelaksanaan secara umum. Dalam proses pelaksanaan secara khusus dilaksanakan pada tanggal 14 mulud dan pada hari sabtu, sedangkan pelaksanaan secara umum dapat dilaksanakan pada hari kapan saja sesuai keinginan setiap individu serta maksud dari tujuannya.
Waktu Pelaksanaan pada 14 mulud di laksanakan pada malam hari sekitar jam 21.00-03.00 WIB, Sedangkan pelaksanaan pada hari sabtu dapat dilakukan siang dan malam. Pelaksanaan secara umum dilaksanakan pada waktu kapan saja sesuai permintaan seseorang yang akan melaksanakannya serta dapat dilakukan pada siang dan malam hari. Tradisi Cebor Opat Puluh yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali tersebut merupakan janji dari Syekh Abdul Jalil yang ingin memandikan semua masyarakat yang berkunjung ke Kampung Dukuh.Pelaksanaan waktu dan hari merupakan ciri khas dari aturan dalam pelaksanaanya. Budaya ini merupkan wawasan nenk moyang yang masih dipake di zaman modern era digital ini hal ini merupakan salah satu budaya yang masih eksis di suku sunda sampai sekarang.
dengan budaya kita mampu mengenal dan mempunyai sebuah identitas yang berbeda yang menciptakan adanya toleransi.
semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H