"Dengarkan ya, memangnya aku pernah bilang jika orang-orang desa itu salah? Apakah aku pernah bilang kebenaranku lebih baik dari mereka? Bagaimana jika 'kebenaranku' ini tidak sepenuhnya benar?" Solis menatap kearahku, mengunci mataku untuk melihat ke arah matanya juga.
Aku menggali ingatanku, seharusnya Solis telah mengatakan itu kan? Tapi hasilnya adalah, aku memberikan gelengan kaku. Tidak, Solis tidak pernah bilang dua hal barusan.
"Kebenaranmu akan selalu jadi kebenaranku, sepenuhnya. Aku benar benar tidak bisa mempercayai kebenaran lain, Solis." Ujarku dengan perasaan tegang.
"Lagi-lagi panggilan itu, sudah aku bilang panggil saja 'guru'. Hah, tapi tidak apa, kalau kau senang memanggilku begitu boleh saja." Akhirnya Solis mengalah sebelum aku bisa menarik kata kataku.
"Jadi seperti ini, bahkan guru bisa salah, bagaimana kau bisa tau aku salah sebagai seorang murid? Tentu ketika kau mencari kebenarannya sendiri." Solis tersenyum lirih ke arahku.
To be continued...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI