Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Ainur Rafiq

Mahasiswa kopi dan senja

Tujuh Belas Purnamaku

Diperbarui: 25 Juni 2020   08:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


(Oleh : Raf Soemitro)

Tujuh belas purnama , ku lalui peredaran masa
Menjalani sekelumit kisah-kisah yang tak ku tahu kapan berakhirnya
Semua berjalan, seperti air sungai yang mengalir
Tanpa ku tahu berakhir dilaut manakah yang akan ditujunya

Aku nampak seperti orang yang tak punya tujuan
Selain ingin tahu air itu akan berakhir di mana
Aku nampak cemas, memikirkannya setiap saat
jika kelak nanti, ku tahu airnya berakhir dengan keruh bukan jernih seperti yang ku harapkan

Itulah perasaanku dengannya
Tak tahu tujuan berakhirnya dimana
Namun, setiap saat terus memikirkannya
Harap-harap cemas, jika perasaan ini tak ada artinya

Tujuh belas purnamaku
Ku seperti memikulnya sendiri, memikirkannya tanpa batas
Hanya sekat-sekat yang mudah rapuh
Sedikit membantuku sejenak, melepas beban fikiran tentangnya

Tujuh belas purnamaku
Hanya ada gambaran wajahnya dalam benakku
Menggelayutiku setiap waktu
Tanpa permisi, merasuk dalam fikiranku

Tujuh belas purnamaku
Entah mengapa, sampai waktu ini
Tuhan mengujiku
Menghadirkan segala fikiran tentangnya

Menerobos dalam dinding sukmaku
Bersemayam di dalamnya
Merasuki fikiranku
Hingga aku seperti orang gila karna cinta

Tujuh belas purnamaku
Aku seperti orang yang tak berterima kasih
Tuhan menghadirkannya dalam sukma ku
Namun, aku tak pernah menjamunya dengan sopan

Malah, tutur kataku acap kali menyakitinya
Bersifat angkuh dengannya
Bersifat dingin dengannya

Hingga dia tak kembali nyaman
Berangsur-angsur pergi meninggalkanku tanpa perasaan sedikitpun sama sekali

Tulungagung, 30 Mei 2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline