Problematika dalam rumah tangga adalah sebagai bumbu pemanis yang bisa membawa kepada keretakan hubungan keluarga. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim Rasulullah bersabda: Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika mendapati sesuatu yang tidak disukai dari akhlak pasangannya, hendaklah ia melihat sisi lain yang di ridhoi. Setiap pasangan suami istri hendaknya mengedepankan kesabaran satu sama lainnya. Jika suami melihat ada kekurangan pada istrinya atau sebaliknya, maka janganlah membenci secara total. Sebab dalam satu sisi pasti ada suatu hal yang dapat menutupi kekurangan pasangannya.
Akhir-akhir ini muncul berita yang sangat menggemparkan bagi kita dan sudah viral di berbagai media sosial yaitu seorang ibu di Dukuh Sokawera RT 03 RW 02 Desa Tonjong, Berebes, Jawa Tengah yang hendak mengakhiri hidup ketiga anaknya dengan menggorok lehernya. Dalam keterangannya ibu ini ingin di sayang suami, akan ketapi suaminya sering menganggur dan bahkan bekerja merantau di Jakarta meninggalkan keluarga. Ibu tersangka ini melakukan hal tersebut lantaran agar anaknya tidak merasakan kesusahan seperti yang telah dialami oleh dirinya. Sang ibu memutuskan untuk mengakhiri hidup anaknya dengan cara yang sangat tidak manusiawi. “Harus mati biar nggak sakit” ujarnya dalam video yang beredar di berbagai media sosial.
Ketika sang ibu ditangkap oleh pihak kepolisian terlihat diwajahnya tampak depresi, dan berulang kali mengaku kalau dirinya tidak gila. Namun, dia mengungkapkan kalau ingin disayang karena sejak kecil sudah merasakan hidup susah. Dibalik penjara, ibu ini menyampaikan bahwa menggorok ketiga anaknya suapaya ketiga anaknya tidak merasakan hidup susah dan tidak dibentak-bentak. Dan dari ruangan itu ibu ini menyampaikan jika dirinya ingin bertaubat dan mengganti nama menjadi Mutmainnah.
Dari kisah singkat ibu ini bisa kita ambil hikmah supaya menjadi evaluasi terkait permasalahan dalam rumah tangga. Inilah realita kehidupan rumah tangga di masa kini. Sejalan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang jauh dari sunnah Nabi. Mari kita kembalikan ajaran akhlak Rasulullah sebagai solusi atas setiap problematika termasuk permasalahan rumah tangga.
Di dalam Islam, Rasulullah memberikan teladan bagaimana akhlak seorang muslim seharusnya termasuk akhlak kepada pasangan. Pada kasus ibu yang menggorok leher anaknya dapat ditarik alasan mengapa kejadian tersebut bisa terjadi ternyata karena depresi. Tentu saja tekanan batin terjadi ketika dihadapkan dengan kondisi ekonomi yang sulit, lelahnya mengurus anak-anak dan mengerjakan semuanya sendiri tanpa dukungan dan bantuan suami ataupun keluarga. Meskipun begitu sikap sang ibu tak bisa dibenarkan. Sang ibu hendaknya bertaubat, berjanji tidak mengulangi kesalahannya dan mengirinya dengan amal kebaikan.
Di dalam Islam sudah jelas bahwa ada hak seorang istri yang harus dipenuhi suami. Tidak hanya nafkah materi tetapi juga batin, hak untuk diberi kasih sayang. Rasulullah SAW bersabda,"Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik perlakuannya terhadap keluargaku" (HR. Ibnu Majah). Sehingga setiap suami bertanggungjawab terhadap istri dan istri bertanggungjawab dengan anak-anak dan kondisi rumahnya. Di hari akhir nanti akan ditanya satu sama lain mengenai amanah yang Allah beri kepada mereka. Apakah segala amanah sudah diemban dengan penuh tanggungjawab?
Suami sebagai pemimpin dalam keluarga akan diminta pertanggungjawaban terhadap istri dan anak-anaknya kelak di akhirat. Apakah ia benar-benar meperhatikan nafkah keluraganya atau tidak. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban Rasulullah SAW bersabda “Allah akan bertanya pada setiap pemimpin atas apa yang ia pimpin, apakah ia memperhatikan atau melalaikan” (HR. Ibnu Hibban). Maka dengan itu seorang suami harus senantiasa memperhatikan kondisi dan situasi dalam rumah tangganya apakah sudah terpenuhi semua kebutuhan-kebutuhan atau tidak, karena jika ada yang belum terpenuhi kelak diakhirat akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Begitu juga seorang istri akan diminta pertanggung jawaban terhadap kewajiban-kewajiban seorang istri kepada suami dan anak-anaknya.
Islam sebagai solusi untuk menghadapi problematika dalam rumah tangga dintaranya menanamkan tauhid dan menjadikan akhlak islami sebagai perilaku sehari-hari. Penanaman tauhid dalam keluarga membuat setiap anggota keluarga sadar akan adanya pengawasan dari Allah. Bahwa setiap tindakan akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah. Selanjutnya akhlak islami sebagai implementasi dari ajaran islam sebagaimana akhlak islami yang diajarkan Rasulullah SAW seperti rasa malu, dermawan, berani, pemaaf, sabar dan perangai baik lainnya.
Seorang istri juga harus berupaya menjadi istri sholihah yang berusaha taat pada suami selama tidak melanggar syariat islam. Rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah istri sholihah (H.R. Muslim no.1467). Istri yang juga mendapat amanah menjadi ibu, hendaknya memperlakukan anak-anaknya dengan baik. Setiap ibu perlu belajar bagaimana cara mendidik anak dengan baik di dalam islam karena ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Anak tidak hanya butuh makan dan minum tetapi juga berhak mendapatkan pendidikan Islam dari orangtuanya. Apalagi doa anak yang shalih adalah amal jariyah bagi kedua orangtuanya yang tidak akan terputus kelak ketika orangtua telah tiada.
Belajar dari kehidupan rumah tangga Rasulullah SAW, ada begitu banyak hal yang bisa diteladani. Bagaimana rumah tangga yang saling membantu, saling mendukung, berakhlak manis di depan pasangan hidup, anak-anak atau kerabat dekat. Segalanya indah dan mendamaikan. Tidak ada bentakan, kekerasan rumah tangga atau hanya sekedar nada tinggi karena marah. Hal ini karena akhlak Rasulullah adalah Al-Quran dan beliau mendidik istri-istri dan anaknya untuk bersikap seperti itu.
Anak, pasangan hidup, harta benda dan semua yang manusia miliki hakikatnya adalah milik Allah. Kita sebagai manusia hanya dititipi atau dipinjamkan selama kita hidup yang kelak titipan tersebut akan dimintai kembali oleh Allah. Dengan pola pikir seperti itu, kita tidak akan semena-mena memperlakukan anak, pasangan hidup atau harta benda. Tidak menyia-nyiakannya karena sadar itu bukan sepenuhnya milik kita, itu adalah milik Allah yang Allah titipkan pada kita di dunia ini.