Kalau mengatasnamakan hak setiap warga negara bahwa setiap WNI berhak untuk mencalonkan diri, dipilih dan memilih, atau mungkin meniru negara-negara asing yang memperbolehkan politik dinasti, itu namanya keblinger, dan irit mikir. Ingat, Indonesia bukan negara maju, sistem politik masih sangat membutuhkan pengecualian melalui peraturan-peraturan khusus yang dapat membatasi sekaligus mengarahkan sistem politik menjadi lebih baik, meski itu hanya sementara.
Di dalam negara yang belum maju seperti di Indonesia, kemunculan budaya dinasti adalah sesuatu yang dianggap wajar oleh publik. Ini terjadi karena mayoritas masyarakat kita tidak memahami dampak buruk budaya dinasti dalam berpolitik, berekonomi, maupun berbudaya. Sebagai contoh, akan sangat berbahaya bila di sebuah wilayah; Bupati, Ketua DPR, dan Anggota DPRnya adalah berasal dari satu keluarga tertentu. Penyalahgunaan wewenang seperti korupsi, kolusi dan nepotisme akan sangat mungkin terjadi. Akhirnya, negara dan rakyatlah yang dirugikan.
Bukan hanya di bidang politik, bahaya penyalahgunaan wewenang dan hancurnya kualitas sebuah institusi juga sangat mungkin terjadi apabila budaya dinasti benar-benar ada di institusi-institusi negara lainnya seperti di institusi Kehakiman, Kejaksaan, Kepolisian, Kemiliteran dan lainnya, karena itu bisa menyebabkan anak hakim akan dengan mudah masuk menjadi Hakim, anak jenderal akan dengan mudah masuk dinas kemiliteran, anak polisi akan dengan mudah masuk dinas kepolisian dengan melalui cara-cara yang tidak semestinya meski hanya dengan modal pas-pasan. Kalau misalkan anak atau keluarga masuk dan diterima disebuah institusi pemerintah melalui prosedur resmi yang ketat sesuai dengan aturan yang berlaku, maka itu tidak masalah. Tapi, di sebuah negara yang masih dilanda virus kolusi, korupsi dan nepotisme yang dahsyat, maka budaya dinasti seperti di atas perlu dibatasi dan diatur.
Tapi ada pengecualian, di bidang budaya dan sosial, dinasti masih bisa ditolerir dan diperbolehkan, meski itu tidak sesuai dengan kaidah-kaidah kehidupan modern yang menjunjung tinggi demokratisasi dan profesionalistas, misalkan anak seorang kepala suku aka menjadi kepala suku, anak raja akan melanjutkan kepemimpinan ayahandanya untuk menjadi raja, dan anak kyai akan melanjutkan kepemimpinan ayahnya untuk memimpin pesantren dan menjadi kyai. hehehe
Salam Pecel..!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H