Lihat ke Halaman Asli

Martin Heidegger dan Kematian

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

(Transkrip Kuliah Jalaluddin Rakhmat di Democracy Project)

Kali ini kita berbicara agak berat, karena yang kita bicarakan adalah filosof terbesar setelah Immanuel Kant. Pada akhir hidupnya, Filosof ini khusus menulis beberapa buku untuk mengkritik Immanuel  Kant, sehingga filsafatnya kemudian dikenal sebagai filsafat Post-Kantian, filsafat pasca Immanuel Kant. Dia juga dikenal sebagai filosof eksistensialis sekaligus filosof fenomenologis. Kita tidak akan membicarakan hal-hal yang berat semacam itu, tapi kita akan membicarakan tema tidak secara berat, tapi tema itu memang sangat berat, yaitu pembicaraan Heidegger tentang kematian.

Menurut Heidegger, ada dua macam kematian; dan seperti biasa para filosof Jerman mennggunakan bahasa Jerman untuk menerangkan konsep-konsep yang tidak bisa dijelaskan oleh bahasa lain. Heidegger menerangkan dua macam kematian; yang satu dia sebut sterben, artinya mati, dan satu lagi ia sebut off-liven, off artinya mati dalam bahasa inggris, dan live artinya hidup, atau meninggal dunia. Jadi ada dua kematian, yang satu mati yang satunya lagi meninggal dunia, tapi saya kira bahasa Indonesia tidak cukup menggambarkan itu.

Kata Heidegger off-liven adalah kematian yang datang dengan sendirinya yang tidak membedakan antara kematian manusia dan kematian binatang, kematian tanaman, kematian jam tangan, radio atau mati listrik, itu off-liven, satu kematian yang tidak bisa kita hindarkan, dan pada waktunya akan datang menyergap kita. Kata Al-Qur’an; dimanapun kamu hidup, kematian akan memburu kamu. Kata Imam Malik, setiap tarikan nafas adalah langkah kita menuju kuburan kita. Jadi kalau saudara tidak mau mati, tahan nafas saudara, saudara tidak melangkah ke kuburan, tapi meloncat dengan segera. Jadi ini kematian pertama yang tidak bisa dihindarkan dan kematian itu mengganggu manusia sepanjang hidupnya. Ia akan menyebabkan manusia selalu berfikir bahwa segala upayanya itu pada akhirnya akan berujung pada ketiadaan. Semua yang ia usahakan pada akhirnya akan ia tinggalkan.

Kematian yang satu lagi ia sebut sterben, yaitu kematian yang ia rencanakan, kematian yang mewarnai kehidupannya, karena ia memikirkan bagaimana ia akan mati, maka hidupnya diwarnai oleh pilihan bagaimana ia akan mati. Ia sebut, sekarang pada cerita yang pertama, semua orang menghindari kematian, atau melupakan kematian dengan mencari hiburan, mengumpulkan kekayaan. Tapi pada yang kedua orang pada menjemput kematian,  dia berlari menyongsong kematiannya. Ia merindukan saat-saat dia mati seperti yang dia harapkan, seperti yang ia rencanakan.

Saya pernah berbicara pada para dosen di universitas saya; kalau kalian ingin menjadi profesor yang tidak bisa digantikan orang lain, dari saat ini pilihlah bidang studi yang akan menjadi keahlian saudara sebagai profesor, lakukan penelitian di sekitar bidang studi itu. Misalnya saudara pilih jadi profesor dalam psikologi komunikasi, mulai sekarang saudara harus melakukan penelitian, semuanya berkaitan dengan psikologi komunikasi. Begitu juga dengan kematian, kita ingin mati seperti apa, dan kematian seperti itu akan mewarnai kehidupan kita.

Saya berikan contoh dari sejarah Islam, tentang kematian imam Husein. Imam Husein berkata sesungguhnya aku melihat kematian itu sebagai suatu kebahagiaan (La ara al-maut illa sa’adah). Sebelumnya ia berkata; “ sekiranya agama Muhammad itu tidak hidup kecuali dengan kalian mengambil nyawaku, maka hai pedang, ambillah nyawaku” (ya suyuf khudziny). Jadi Imam Husein menginginkan kematiannya itu dipersembahkan untuk menegakkan agama Islam yang Muhammady, dan oleh karena itu seluruh hidupnya diwarnai oleh perjuangan itu. Jadi pilihlah, saudara ingin mati dengan cara apa, apakah saudara ingin mati ditengah-tengah orang miskin yang saudara layani, apakah saudara ingin mati dalam membela kebenaran, apakah saudara ingin mati seperti matinya radio, televisi, arloji, atau tanam-tanaman, semua akan menentukan bagaimana anda hidup sekarang ini, itulah sumbangan Heidegger bagi kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline