Lihat ke Halaman Asli

Keunikan Keuangan Syariah

Diperbarui: 23 Februari 2017   18:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Keuangan syariah semakin menunjukkan eksistensinya. Keuangan syariah bukan lagi didominasi oleh sektor perbankan yang terus dikembangkan oleh seluruh bank-bank yang ada di Indonesia, tetapi sudah merambat keberbagai jenis bidang usaha yang kemudian bertransformasi menjadi sektor syariah dengan segala pernak-pernik syariah yang ditawarkan.

Dari segi keuangan syariah, apa yang menjadi karakteristik sehingga keuangan syariah begitu berbeda dengan keuangan konvensional?

Pertama,terdapat keterkaitan nyata antara sektor finansial dan sektor riil. Produk-produk keuangan syariah menawarkan keterkaitan erat antara modal atau dana yang dikumpulkan oleh nasabah dalam suatu lembaga keuangan, misalnya bank dengan output yang dikeluarkan. Baik dalam produk atau transaksi yang bersifat flexible return modes seperti mudharabah (bagi hasil) dan musyarakah (bagi hasil dan rugi), maupun transaksi yang bersifat fixed return modes seperti murabahah (jual beli dengan marjin) dan ijarah (sewa menyewa).

 Berdasarkan pola tersebut, pengembangan terhadap sektor finansial berarti turut mengembangkan sektor riil. Jika mengembangkan produk keuangan syariah berupa bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) menyebabkan terbukanya lapangan kerja baru yang mampu menyerap tenaga kerja dan mengurangi jumlah pengangguran yang menjadi masalah pelik yang tidak berkesudahan di Indonesia. Memungkinkan lahirnya usaha kecil dan mikro dan melahirkan para enterpreneur yang siap bersaing di dunia usaha.

Kedua, adanya etika dan kemaslahatan sebagai bingkai dari keuangan syariah. Dilarangnya maysir (perjudian/spekulasi) dan gharar (ketidakpastian) mengindikasikan bahwa peran akhlak dan moralitas merupakan hal yang sangat penting dan tidak dapat diabaikan dalam sistem ekonomi. Hal ini sangat berbeda dengan sistem keuangan konvensional yang tidak lepas dari keberadaan spekulasi dan ketidakpastian dalam setiap transaksinya, terutama dalam pasar derivatif.

Ketiga,adanya semangat kerjasama dan saling tolong menolong (taawun). Misalnya, hubungan antara nasabah dengan pihak perbankan bukanlah pola hubungan kreditur dan debitur, yang mana kreditur hanya bertugas memberikan pinjaman dana dan debitur harus bisa mengembalikan dana yang dipinjam tanpa mau tau apakah debitur mengalami keuntungan atau malah mengalami kerugian. Sebaliknya, pola hubungan antara nasabah dan pihak lembaga keuangan syariah adalah mitra yang saling bekerjasama dalam menjalankan usaha dan bisnis yang halal serta memperoleh keuntungan dan bagi hasil yang maksimal.

Keempat, adanya tata kelola (governance) yaitu kesesuaian terhadap aturan Islam yang merupakan suatu keharusan. Kesesuaian tersebut bukan hanya dari segi fiqh, antara boleh dan tidak boleh. Namun juga berupa tata kelola terhadap perilaku individu (human behavior) untuk meminimalkan risiko terjadinya moral hazard.

Yang terakhir, keuangan syariah juga menjamin adanya distribusi kekayaan antara golongan be have pada kelompok be have not. Yaitu dengan adanya larangan bunga/riba yang mencekik dan adanya kewajiban zakat sebagai contoh instrumen yang pencegah terkonsentralisasian kekayaan ditangan segelintir kelompok. Sehingga tercipta keadilan dalam kegiatan berekonomi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline