Lihat ke Halaman Asli

Catatan tentang Mak & Bapak (Jalan pulang menuju rumah) I

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Umurku masih 28 tahun dan belum menikah pulak… aku belum bisa merasakan prasaan sebagai seorang ibu, tapi… aku mengerti, arti kecewa, arti sedih, arti bahagia sebagai orang tua. Ramadhan tahun lalu, ada sebuah iklan menggugah hati nuraniku sebagai anak, ketika sang ibu menghubungi anak prempuanya lewat telepon seluller, anak tersebut merejek panggilan sang ibu, sang anak sibuk proyek pembangunan. Sang ibu lalu menelpon putranya, tapi jawaban anaknya “nanti saja bu… saya sedang metting” sang ibu terdiam… ekspresi wajahnya kesepian dan kecewa. Mendekati lebaran, kedua anak pulang, ketika melihat tanda bendera kuning di pinggir gank rumah dua saudara itu menangis tersedu-sedu saling berpelukkan, tiba-tiba suara renta memanggil keduanya … putra dan putri ibu itu berhaburan sujud di kaki sang ibu… Alhamdulillah ternyata bukan ibu meninggal, tapi orang lain. Tuhan masih memberi kesempatan kepada kedua anak tersebut untuk pulang dan menyisihkan sedikit waktu untuk orang tua mereka.

Lalu… hari ini, ada sesuatu mendesak keluar di ujung mataku, tangis jatuh tertahan dalam dekapan bantal, entah itu wujud rasa bersalah? Atau? Ah entahlah… bagaimana jika aku tlah jauh nanti? Di daerah Sumatra saja kadang anak sulit menyisihkan waktu mengunjungi orang tua, bahkan satu kota saja enggan menjenguk karena alasan kelese “sibuk bekerja” apalagi nanti aku harus menyebrangi pulau… masihkah bisa melihat mak dan bapak sesering ini?

Bapak selalu memanggilku, tapi bukan namaku keluar dari bibir bapak… beberapa nama anak prempuanya bergilir disebut… wujud rindu pada anak, yah… benar kata pepatah “kasih orang tua sepanjang nafas, kasih anak hanya sepanjang tangga…”

“ah, sudah tua…jadi salah nama terus” cetus bapak…

“Dunia pasti berputar, ada saatnya semua harus berubah” itu kata ST12… kita harus menjalaninnya. Bapak dan mak tlah ikhlas menjalani semua hidup ini. Bonus hidup tak terhingga, mereka lakukan sekarang adalah menunggu di sebuah rumah dibangun dengan hasil keringat yang tlah senja, menunggu petang dan malam… tujuan kedua orang tuaku bersusah payah membangun rumah itu adalah wadah supaya keturunannya berkumpul di sana melebur rindu satu sama lain…

Supaya anak dan cucu mereka tau jalan pulang kerumah…

Itulah niat baik sang ibu…

Itulah wujud cinta kasih bapak…

Waktu mungkin tlah berubah banyak hal dalam dunia, tapi cinta mak dan bapak…tidak pernah berubah, mereka selalu menceritakan bagaimana masa kanak-kanak ke 8 kakaku tiada henti, kelucuan dan kebandelan mereka sewaktu kecil… dari cerita itulah aku memahami cinta sesungguhnya… walaupun anak-anaknya jauh dari pandangan tapi mereka terukir jelas di hati kedua orang tuaku…

Meski bapak, banyak diam kini… dia lebih asik di depan televisi… sambil minum teh hangat, sedangkan mak duduk di samping bapak menemani sang suami tercinta. Masa tua yang indah… tapi, mereka tidak bisa berbohong, meski ada aku dan kakaku… kerinduan besar tersimpan rapat di hati mak dan bapak…kadang mak melamun di samping jendela, pandangannya jauh…

Mereka… menunggu pintu di ketuk, lalu… mendapatkan anak mereka di daun pintu…

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline