Akhir-akhir ini beliau sering sekali menelponku. Seperti tadi...
"hallo nak?""ya pak?" suara tuanya itu selalu menghantam hatiku
"dimana? sudah makan?"
"sudah pak... bapak apa kabar? sehat?"
"iya sehat. Hati-hati yah nak... "
Mata sipit dan kulit putih itu serta kening jenongnya sama sepertiku. Seorang laki-laki tua telah berjalan kadang memakai tongkat. Dia tidak merokok, tidak minum kopi. Setiap sore ia duduk di depan tokoh kecil kami, melantunkan ayat suci Al-Quraan dan menghabiskan sore dengan membaca kitab-kitab . Dia adalah laki-laki gagah, percaya diri dan baunya sangat harum , harum sampai kehati... katanya itu minyak wangi dari Mekkah... wajahnya putih bersih...sisa-sis ketegasan masa mudah masih terpancar di kerut mukanya...
Seorang laki-laki kelahiran 1933 sudah sangat renta, dia pernah hidup di masa Belanda... menceritakan masa kecilnya melihat rombongan tantara berambut pirang.
Dulu... bapak selalu membonceng ku ke sekolah dengan motor CB...
sorban dikepanya jarang sekali dilepas. Katanya pakai adalah identitas... aku tidak pernah memeluk beliau, aku menyesal... aku tidak pernah serindu ini padanya... dia selalu mengingatkan aku dengan kisah-kisah tladan... dimasa tuanya sekarang dia sangat bijak berbeda saaat dia muda sangat bengis...
aku ingin sekali mengatakan, pak aku rindu...maafkan aku, tapi kata-kata itu tersendat dikerongkongan... Tuhan jika pada posisi ini aku hampir terbakar karena sesal... bahkan airmataku tak mampu memadamkanya.
Aku rindu masa kecilku... bapakku yang telah tua...