Lihat ke Halaman Asli

Seberapa Efektifkah Program Sarapan Bergizi Gratis di Terapkan di Sekolah?

Diperbarui: 9 Juni 2024   20:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Panduan makan gisi seimbnag "isi piringku"  dari Kemenkes RI (sumber: Parapuan.co)

Janji kampanye Prabowo - Gibran  Rakabuming makan  siang gratis, kemudian diubah  makan bergizi gratis dan akhirnya menjadi program sarapan  bergizi gratis siap  tepati. Di lain pihak baru saja terjadi  gelombang penolakan kenaikan UKT, walaupun kebijakan tersebut dievaluasi namun kemungkinan entah tahun depan atau kapan pasti akan direalisasikan  Seberapa efektifkah jika  program makan bergizi gratis jika diwujudkan? 

Siapa sih yang tidak suka diberi makan gratis, pastinya semua tidak akan menolak. Apalagi bagi orang tua tidak repot-repot menyiapkan makanan saat ke sekolah karena menu makanan bergizi sudah tersedia di sekolah. Secara otomatis juga akan menghemat anggaran dapur bagi ibu-ibu rumah tangga. 

Bagaimana menu makan bergizi? 

Menu makan bergizi adalah memiliki kandungan zat-zat yang diperlukan tubuh antara lain: karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Diantara zat-zat tersebut disajikan secara seimbang dengan sejumlah porsi yang nantinya dihidangkan kepada anak-anak sekolah dasar. Istilah keren saat ini adalah  "isi piringku" sebagaimana yang direkomendasikan Kemenkes RI. "Isi piringku"  merupakan porsi makanan  yang memenuhi kebutuhan  gizi    terdiri dari: karbohidrat   dari piring,   lauk pauk    dari piring dan untuk setengah piring lainnya diisi sayur dan buah-buahan. 

Edukasi tentang makanan bergizi sebenarnya harus diberikan kepada seluruh masyarakat, mengingat banyak daerah yang peserta didiknya di sekolah dasar  mengalami stunting. Stunting merupakan kondisi gangguan kesehatan dengan ciri-ciri  terhambatnya tinggi badan dibanding anak seusianya akibat kekurangan gizi. Kondisi tersebut sebenarnya dimulai sejak dalam kandungan dan akan tampak pada usia anak-anak. 

 Bukan isapan jempol, saya pernah bertugas di sebuah sekolah dasar yang menjadi sasaran penuntasan masalah stunting. Data tersebut sudah di kantongi oleh Kemenkes RI, karena secara berkala tenaga kesehatan selalu melakukan pemeriksaan  kondisi kesehatan anak-anak sekolah. 

Kebetulan saat itu saya mendapat undangan dari dinas kesehatan untuk mengikuti sosialisasi Stunting. Ternyata   anak yang mengalami stunting bukan hanya dari kalangan miskin,  bahkan banyak yang berasal dari kalangan orang mampu dalam perekonomian. Kebiasaan  buruklah yang menjadi penyebab yakni   orang tua tidak membiasakan   anaknya untuk mengkonsumsi makanan  seimbang.  Itupun dialami oleh tetangga saya yang ternyata menu harian adalah sering mengkonsumsi mie instan. 

Apakah  program makan  bergizi gratis dapat mengatasi kekurangan gizi yang terjadi pada anak-anak? 

Kekurangan gizi jika dibiarkan terus menerus akan menyebabkan gangguan kesehatan dan kecerdasan. Kebiasaan makan yang tidak memenuhi standar kesehatan dan pola makan yang tidak teratur harus segera  diubah. Dengan menerapkan "isi piringku" merupakan solusi yang tepat. 

Waktu makan yang ideal selama sehari adalah 3 kali yakni makan pagi (sarapan) makan siang dan makan malam. Diantara 3 waktu makan tersebut yang sering terlupakan adalah aktivitas sarapan. Saya sering dihadapkan pada kondisi anak-anak di sekolah tidak terbiasa makan pagi. Bahkan di pagi itu mereka hanya membeli jajanan ringan yang sama sekali jauh dari standar gizi. Kemudian kondisi lambung yang semalaman kosong diisi dengan cemilan yang agak keras dan berminyak, maka penyakit penyerta pun menghampiri, misalnya Maag sehingga akan menambah tidak sempurna proses pencernaan kita. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline