Lihat ke Halaman Asli

(FFA) Kau & Aku Seperti Langit & Awan

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Ailsa Fathir Humaira (101)

Deburan ombak terdengar jelas, pantai mulai sepi. Aku masih duduk di tepi pantai, menikmati angin laut yang kurindukan. Aku memejamkan mata, menghela nafas. Dengan cepat, memori-memori masa lalu terlintas. Aku terdiam, duduk terpaku ketika melihat seseorang yang kurindukan tiba-tiba saja sudah berada dihadapanku. Seseorang yang menjadi orang ‘terpenting’ dalam hidupku, seseorang yang bersedia menemani masa-masa suram di panti, seseorang yang selalu ada disisiku kala senang maupun sedih.

Aku kembali memejamkan mata, lalu membukanya. Ia masih berdiri disana! Ini bukanlah mimpi, sekarang ia benar-benar berada dihadapanku!!

“K-kau?” Ucapku bergetar, jantungku berdegup kencang.

---

“Huh!!” Rara mendengus kesal ketika Anita kembali meledeknya, diam-diam Rara mengambil pasir putih yang berserakan di pantai, lalu mengulung pasir tersebut hingga sempurna menjadi bentuk ‘bulat’ dengan cepat Rara melemparkan pasir tersebut tepat dibagian belakang tubuh Anita.

“Raraaa!!!” Seru Anita, lalu bangkit dari duduknya mengejar Rara yang sudah terlebih dahulu berlari menjauhi Anita.

Anita dan Rara mengatur nafasnya yang mulai tidak beraturan, mereka kembali duduk di tepi pantai, tertawa bersama. Sudah 4 tahun Anita dan Rara bersama, dan sudah 4 tahun pula mereka tinggal di Panti Asuhan yang letaknya tidak jauh dari pantai tersebut.

Rara merebahkan dirinya diatas pasir, menatap langit yang luasnya tiada tara. “An, jikalau salah satu diantara kita ada yang mengadopsi, apa yang akan kau lakukan?” Tanya Rara, menatap Anita yang mulai mengikuti Rara –merebahkan tubuhnya . Ia tidak mementingkan baju seragam sekolahnya kotor terkena pasir

“Entahlah, kuharap semua itu tidak akan pernah terjadi.” Sahut Anita singkat, ia benar-benar malas menanggapi hal tersebut.

“Hhmm… Bukankah, kau selalu berharap mendapatkan orang tua angkat?” Rara kembali bertanya

“Semua anak yang tinggal di panti asuhan, pasti berharap seperti itu Ra. Aku juga berharap seperti itu, tetapi disisi lain Aku tidak ingin berpisah denganmu. Sudahlah Ra, Aku tidak ingin membahas itu.” Jawab Anita, lalu kembali duduk. “Ra, Aku rasa sudah saatnya kita kembali ke panti. Bisa-bisa Bu Ami menghukum kita, ayo!” Ajak Anita, tidak lama kemudian Rara dan Anita kembali ke panti.

Mereka mengerutkan dahi ketika melihat sebuah mobil sedan yang tergolong ‘mewah’ terparkir di halaman panti. Anita dan Rara bertatapan, “Orang tua angkat!!” Ucap mereka bersamaan setengah berteriak, Anita dan Rara mengambil ancang-ancang untuk kembali keluar panti. Karena mereka berdua belum siap di adopsi. Tetapi naas, Ibu panti melihat Anita dan Rara sedang membuka pagar. Bu Ami langsung memanggil Anita dan Rara, dengan langkah tertahan Anita dan Rara kembali masuk.

---

Dengan riang Rara berjalan menyusuri sebuah lorong, sudah 2 hari sejak kedatangan ‘pengadopsi’ itu mereka tidak datang lagi. Sebelumnya mereka sudah membawa salah satu anak-anak yang berada disana, Rara bersyukur bahwasanya bukanlah dirinya atau Anita yang di adopsi oleh mereka.

Langkah Rara terhenti ketika melihat Bu Ami dan 2 orang lainnya masuk kedalam ruangan Bu Ami. Rara memutar otaknya. Ia merasa, sepertinya ia sudah pernah bertemu dengan kedua orang itu –selain Bu Ami . “Ah!” Rara tersadar, orang itu adalah orang yang 2 hari lalu ingin mengadopsi salah satu dari mereka yang menetap di panti.

Timbul perasaan yang tidak enak di hatinya, dengan cepat ia berlari menuju ruangan Bu Ami. Untunglah, pintu tidak tertutup rapat. Jadi, Rara bisa dengan leluasa menguping pembicaraan Bu Ami dan kedua orang tersebut.

“Baiklah, begini sebenarnya saat saya dan suami saya mengunjungi panti ini kami berdua sudah terlebih dahulu memilih salah seorang anak disini.” Ucapnya, menghela nafas berat. “Sebenarnya, kami berdua ingin mengadopsi anak yang bernama Amelia Putri Anita. Apakah ada?” Tanya Ibu tersebut

Wajah Bu Ami sedikit kaget, tetapi dengan cepat ia menjawab seraya tersenyum lebar. “Ada, tetapi… bagaimana anda bisa mengetahui ada seorang gadis kecil bernama Anita tinggal disini?” Tanya Bu Ami

“Kebetulan, saya dan ibu dari anak tersebut sudah berteman cukup lama. Beberapa hari yang lalu, sebelum beliau menghembuskan nafas terakhirnya ia bercerita kepada saya. Bahwa ia pernah ‘membuang’ anaknya ke panti ini, dan ia menaruh sebuah surat saat ia menaruh bayi Anita di depan pintu panti ini.”

Rara berlari mencari Anita, ia mulai terisak. Cepat atau lambat ia pasti akan berpisah dengan Anita. Pecakapan Bu Ami dan orang tersebut terus terngiang-ngiang di telinganya, Anita terkejut ketika mendapati Rara sedang menangis di halaman belakang panti. “Ra? Ada apa?” Tanya Anita, ia menunjukan raut wajah khawatir. Rara tidak menjawab, dengan cepat ia memeluk Anita.

Seraya terisak ia berbicara kepada Anita, “An, a-aku tidak ing-in berpisah denganmu. An, berjanjilah padaku bahwa kau tidak akan meninggalkanku!! Berjanjilah!” Ucap Rara, dengan cepat Anita melepaskan pelukan.

“Apa maksudmu?!” Seru Anita, menatap tajam mata Rara.

Rara masih terisak, tiba-tiba ia terdiam. Apa aku harus memberitahu semua ini kepadamu? Sungguh, Aku tidak ingin kehilangan dirimu. Tetapi, Aku juga tidak ingin melihatmu terus hidup dipanti ini. Aku ingin melihatmu bahagia dengan orang tua angkatmu. Tetapi… bagaimana dengan kita? Bagaimana dengan persahabatan kita? Ya Tuhan… Apa yang harus Aku lakukan? Ucapku dalam hati, lalu Rara mengusap air matanya

“Ra? Kumohon! Jawablah pertanyaanku!” Seru Anita yang masih menatap tajam Rara

Rara tertawa kecil, tersenyum. “Aku hanya sedang berlatih akting” Jawab Rara, kembali mengusap matanya. “Bagaimana kalau kita ke pantai?” Ajak Rara, tersenyum.

Anita masih menatap Rara dengan penuh tanda tanya, tetapi ia berusaha percaya kepada Rara. Anita mengagguk, lalu mereka berdua berjalan menuju pantai.

---

“Kau lihat awan yang disana?” Tanya Anita, seraya menunjukan gumpalan awan di langit.

Rara mengangguk

“Aku ingin kita seperti itu. Maksudku, Aku ingin, kita seperti awan dan langit.” Ucap Anita, menghela nafas. “Awan dan langit tidak pernah berpisah, saat langit cerah, awan selalu menemani langit. Begitupun sebaliknya, saat langit gelap awan-pun selalu menemani langit, bahkan awan-pun tidak berwarna putih saat langit gelap.” Jelas Anita, lalu menatap Rara yang sedang memerhatikannya. “Apa kau mengerti apa yang kukatakan?” Tanya Anita

“Tidak” Jawab Rara, terkekeh.

“Kau benar-benar tega! Kau tahu, Aku merangkai kata-kata tersebut secara spontan. Wajar saja jika kata-kata tersebut kurang bagus. Setidaknya, kau memujiku atau mengatakan bahwa kau mengerti maksudku. Huh” Dengus Anita, melipat kedua tangannya di dada.

Rara melemparkan segumpalan pasir putih kepada Anita, ia langsung berlari menjauh ketika mendapati Anita yang langsung berlari seraya berusaha melempari Rara dengan pasir. Anita tertawa puas ketika lemparannya tepat mengenai tubuh Rara.

Rara terdiam, Aku berharap ini bukan terakhir kalinya aku melihatmu tertawa batin Rara

---

“Selamat malam Anita, semoga mimpimu indah.” Ucap seorang wanita, tersenyum.

Anita memeluk gulingnya erat-erat, ia tidak menyangka akan secepat ini. Ya, Anita sudah diadopsi oleh teman ibu kandungnya. Dan, tentu saja ia sudah berpiisah dengan Rara. Sekarang, Anita baru menyadari bahwa tangisan Rara siang tadi bukanlah akting, itu sungguhan. Dan, canda tawanya bersama Rara siang tadi adalah yang terakhir kalinya. Ya Tuhan, tolong kau berikan orang tua angkat untuk Rara. Tolong kau lindungi dia, karena dia sahabat terbaikku. Batin Anita

Sementara itu, di kamar panti. Rara sedang menangis sejadi-jadinya. Saat Anita pergi, Rara tidak berada di panti. Ia sengaja pergi, karena ia tidak sanggup melihat Anita pergi. Semoga kau bahagia An, kuaharap kita bisa bertemu kembali. Ucap Rara dalm hati.

---

3 tahun sudah Aku meninggalkan tempat ini, tepatnya ketika Aku berumur 11 tahun. Kini Aku kembali. Berharap bisa bertemu Rara, Ah, sepertinya Aku tidak dapat bertemu dengan dirinya. Bu Ami bilang, bahwa Rara sudah diadopsi 2 tahun lalu. Haaah, Aku berharap keajaiban datang.

Deburan ombak mulai terdengar jelas, pantai mulai sepi. Aku masih duduk di tepi pantai, menikmati angin laut yang kurindukan. Aku memejamkan mata, menghela nafas. Dengan cepat, memori-memori masa lalu terlintas. Aku terdiam, duduk terpaku ketika melihat seseorang yang kurindukan tiba-tiba saja sudah berada dihadapanku. Seseorang yang menjadi orang ‘terpenting’ dalam hidupku, seseorang yang bersedia menemani masa-masa suram di panti, seseorang yang selalu ada disisiku kala senang maupun sedih.

Aku kembali memejamkan mata, lalu membukanya. Ia masih berdiri disana! Ini bukanlah mimpi, sekarang ia benar-benar berada dihadapanku!!

“K-kau?” Ucapku bergetar, jantungku berdegup kencang. Entah apa yang membuatku langsung mengenali dirinya, Aku berjalan mendekati dirinya, dengan cepat Aku memeluknya.

“A-Aku merindukanmu Ra, Aku benar-benar merindukanmu!” Seru Anita, ia melepaskan pelukannnya. “Bagaimana kau bisa tahu kalau Aku disini?” Tanya Anita

“Bu Ami memberitahuku, bahwa kau baru saja mengunjungi panti. Maka dari itu Aku langsung menghampirimu disini, karena Aku tahu dan Aku yakin kau ada disini.” Jelas Rara “Oh iya, Aku tetap disini. Karena… Aku di angkat oleh Bu Ami untuk menjadi anaknya!” Cerita Rara dengan mata berbinar

“B-Bu Ami? Ya tuhaaaan, mengapa Bu Ami tidak memberitahuku bahwa dirinya lah yang mengadopsimu!” Seru Anita, ia tertawa kecil

Anita tersenyum, lalu melemparkan segumpalan pasir putih ke tubuh Rara. Tidak salah lagi, dengan cepat Rara membalas lemparan tersebut.

---



NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community

Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline