Fenomena Korean Wave atau K-Wave telah menyebar di berbagai belahan dunia. Korean Wave atau gelombang korea merupakan terjemahan dari istilah bahasa Korea yaitu Hallyu atau "Arus Han". "Han" sendiri merupakan kata yang merujuk pada Hankuk atau Korea, sedangkan Lyu berarti arus. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Beijing Daily Youth yaitu media massa di China. Hallyu digunakan untuk menyebut suksesnya pergelaran konser idola K-pop di Beijing pada November 1999. Sejak saat itu, banyak yang menggunakan istilah Hallyu untuk menggambarkan populernya budaya Korea (Lee dalam jurnal "Korean Wave; Fenomena Budaya Pop Korea pada Remaja Milenial di Indonesia, 2000)
Korean Wave tidak luput dari adanya dukungan pemerintah Korea Selatan yang terus berinovasi dalam mengembangkan produk yang menggunakan teknologi canggih agar dapat diterima oleh masyarakat global. K-pop dan K-drama merupakan contoh bagaimana Korea Selatan menyebarkan budayanya di masyarakat global. Indonesia adalah salah satu negara yang terkena dampak dari K-wave. Beragam budaya Korea Selatan mulai dari musik, drama, film, makanan, fashion hingga produk kecantikan tidak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, khususnya remaja.
Di Indonesia mulai banyak saluran televisi yang menayangkan K-drama. Mother's Sea merupakan tayangan K-drama pertama di Indonesia yang ditayangkan oleh Trans TV pada tahun 2002. Kemudian di tahun yang sama, Indosiar juga menayangkan K-drama yang berjudul Endless Love. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh AGB Nielsen Indonesia di Kompas Online pada 14 Juli 2003, K-drama Endless Love berhasil meraih rating 10 dari penonton. Artinya tayangan K-drama tersebut berhasil menarik 2,8 juta penonton dari lima kota besar di Indonesia. Penayangan K-drama tersebut menjadi bukti bahwa masyarakat Indonesia tertarik dengan drama seri yang diproduksi oleh Korea (Nugroho dalam jurnal, 2011). Berdasarkan artikel ilmiah yang berjudul "K-drama dan Penyebaran Korean Wave di Indonesia", pada tahun 2011, sudah tercatat lebih dari 50 judul K-drama yang ditayangkan oleh saluran televisi swasta di Indonesia, dan meningkat setiap tahunnya (Nugroho dalam jurnal "K-drama dan Penyebaran Korean Wave di Indonesia").
K-drama menyajikan alur yang menarik dengan berbagai macam cerita dan latar belakang dari kehidupan sehari- hari masyarakat Korea. Visual para aktor dan aktris juga merupakan magnet besar mengapa K- drama sangat diminati masyarakat Indonesia, khususnya perempuan. Sehingga melalui tayangan K-drama para remaja mulai mengetahui budaya dan kehidupan sehari-hari masyarakat Korea. Contohnya seperti makanan, fashion, tradisi yang dirayakan masyarakat Korea dan sebagainya. Dengan memanfaatkan internet dan teknologi, K-drama semakin naik daun dengan adanya aplikasi video streaming yang mulai digunakan oleh saluran-saluran televisi di Korea. Hal ini dilakukan untuk memfasilitasi masyarakat luar Korea yang ingin menonton K-drama. Netflix, Viu, WeTV, iQIYI dan Hulu merupakan beberapa contoh situs yang digunakan untuk menonton K-drama.
Melansir dari survei yang dilakukan oleh JakPat, penggemar K-drama dari Indonesia menghabiskan waktu untuk menonton K-drama sebanyak empat kali dalam seminggu. Sementara itu, lama durasi mereka menonton K-drama dalam sekali duduk sebanyak 2 jam 45 menit. Empat puluh enam persen penggemar K-drama lainnya menghabiskan 1,5 jam hingga 3 jam per sekali duduk. Kemudian, 22% menghabiskan waktu dibawah 1,5 jam per sekali duduk. Lalu, 21% responden menonton K-drama 3-5 jam sekali duduk dan yang terakhir, ada 11% responden yang kuat menonton K-drama lebih dari 5 jam.
Tidak lupa, soundtrack yang digunakan dalam drama tersebut tidak luput dari perhatian penonton, sehingga mereka tertarik dan penasaran pada musik-musik Korea atau yang lebih dikenal dengan K-pop. K-pop juga masih berkaitan dengan K-wave karena boyband maupun girlband dari Korea adalah awal bagaimana budaya Korea mulai mempengaruhi remaja di Indonesia. Menyajikan koreografi yang menarik serta musik yang easy listening membuat K-pop juga bisa dinikmati di berbagai kalangan usia. Selain itu, menurut Sari & Jamaan (2014) dalam studi berjudul "Hallyu sebagai Fenomena Transnasional", figur tubuh maupun wajah yang dimiliki oleh para idola menjadi daya tarik dalam penyebaran budaya Korea.
Antusiasme remaja terhadap K-pop ditunjukkan dengan hafalnya lirik lagu dan koreografi K-pop. Hal ini juga difasilitasi oleh beberapa komunitas penggemar K-pop yang mengadakan karaoke bersama atau yang biasa dikenal dengan Noraebang Party. Berbeda dengan konsep noraebang asli, yang mana noraebang asli merupakan aktivitas karaoke yang dilakukan oleh remaja korea di sebuah ruangan yang ditemani oleh minuman beralkohol. Melansir dari sejumlah artikel, Noraebang Party ini berawal dari para K-popers yang ingin bersenang-senang dengan bernyanyi bersama dan diiringi oleh lagu dari boyband atau girlband favorit masing-masing. Acara ini dilengkapi dengan menampilkan layar besar berisi lirik lagu agar semua orang bisa bernyanyi bersama layaknya karaoke. Biasanya, para K-popers akan membawa lightsticks yang merepresentasikan masing-masing grup untuk meramaikan acara.
Secara tidak disadari, budaya Korea menjadi konsumsi sehari-hari bagi para remaja. Bahkan mereka dengan antusias belajar budaya Korea seperti bahasa. Bisa dilihat dari banyaknya remaja Indonesia yang mempunyai minat tinggi untuk belajar Bahasa Korea. Dibuktikan dengan banyaknya universitas yang menyediakan program studi Bahasa Korea seperti Universitas Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Diponegoro, Universitas Gadjah Mada dan Universitas Nasional.
Pengaruh Korean Wave juga bisa dilihat dari sisi fashion. Gaya fashion Korea yang simple tetapi elegan sehingga banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Banyaknya remaja serta selebritis Indonesia yang meniru fashion masyarakat Korea, meyebabkan banyaknya toko offline maupun online yang menjual baju, aksesoris, serta make up Korea.