Akhir-akhir ini, pemerintah di hampir setiap negara di dunia semakin sering menggaungkan tentang sebuah isu bertajuk resistansi antimikroba.
Resistansi antimikroba merupakan kondisi di mana mikroorganisme (seperti bakteri, jamur, virus, dan parasit) menjadi kebal atau tidak memberikan respons ketika terpapar obat antimikroba (seperti antibiotik, antijamur, antivirus, antimalaria, dan anthelmintik).
Apakah ini kondisi yang berbahaya? Tentu saja. Antimikroba adalah obat yang paling efektif untuk menyembuhkan infeksi mikroba. Pengobatan-pengobatan, seperti seperti operasi penggantian pinggul, operasi caesar, transplantasi organ dan kemoterapi, juga pada dasarnya membutuhkan perawatan antimikroba yang efektif.
Ketika mikroba kebal terhadap obat-obatan, maka pilihan pengobatan akan semakin terbatas. Penyakit infeksi seperti pneumonia, tuberkulosis, dan gonorrhea menjadi semakin sulit untuk ditangani karena antibiotik menjadi semakin inefektif.
Kenyataan yang ada saat ini
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa angka kematian akibat resistansi antimikroba sampai tahun 2014 sebesar 700.000 kasus per tahun.
Dengan semakin cepatnya perkembangan dan penyebaran infeksi bakteri, diperkirakan pada tahun 2050, kematian akibat AMR akan lebih besar dibanding kematian yang diakibatkan oleh kanker, yakni mencapai 10 juta jiwa.
WHO menyatakan bahwa terdapat 22 negara dengan pendapatan tinggi hingga rendah menunjukkan resistansi antibiotik terhadap sejumlah infeksi bakteri serius semakin berkembang dalam tingkat yang mengkhawatirkan.
Bakteri yang resisten terhadap antibiotik yang paling sering dilaporkan, adalah infeksi bakteri e-coli, infeksi bakteri staphylococcus, pneumonia dan salmonella.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Kang dan Song menyatakan bahwa telah terjadi peningkatan besar-besaran resistansi eritromisin di Asia dan prevalensi resistansi penisilin adalah sekitar 57,5% pada isolat meningeal.
Kita sedang berada dalam kondisi yang sangat berbahaya. Apabila kita tidak tanggap, maka kita bisa saja mengarah ke zaman post-antibiotik, di mana infeksi dan cedera minor dapat membunuh seperti dahulu kala.