Lihat ke Halaman Asli

Fatmavati

Penulis Ada Adanya

Dari Omelan Ibu, Saya Belajar 5 Pelajaran Hidup

Diperbarui: 6 Desember 2020   23:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibu Sekolah Pertamaku. Foto : Freepik.com 

Sejujurnya saya kurang memiliki banyak kenangan mengenai sosok ibu. Semasa kecil, ibu hanya pendiam dan tidak banyak komunikasi yang diberikan kepada anaknya. Lebih dominan ayah yang memberi didikan kepada kami. Untuk pilihan sekolah, ayah yang menentukan masa depan kami. Mungkin karena pendidikan ibu yang bahkan tidak lulus sekolah dasar bahkan membaca pun kadang masih tidak lancar.


Bukan berarti ibu tidak punya andil apapun kepada kami anak-anaknya. Semenjak ayah mulai sakit-sakitan kala saya di bangku SMP, ibu yang bekerja keras menghidupi kami sekeluarga. Sebagai pedagang ikan di pasar yang penghasilannya tidak banyak, alhamdulillah ibu bisa mengantarkan keempat anaknya tuntas sekolah dan kami hidup berkecukupan. Bahkan saya bisa mendapatkan gelar sarjana.


Lima tahun saya pergi merantau, kini saya kembali ke pangkuan ibu dan menemani beliau semenjak ayah sudah tiada. Ibu menunjukkan taringnya dengan omelan-omelan yang dilontarkan setiap hari sepeninggal ayah. Awal-awal saya merasa jengkel dengan sikap ibu yang banyak ngomel karena masa kecil dulu tidak terlalu ngomelnya. Namun yang saya sadari di balik omelannya, banyak dasar-dasar kehidupan yang saya peroleh dari ibu. Bergelar sarjana bukan berarti saya menganggap remeh ibu yang tidak sekolah, malahan ibu sekolah pertamaku. Pengalaman hidup beliau juga memberikan pelajaran bagi kehidupan saya.


Dari omelan beliau, sebenarnya ibu tidak ingin anak perempuan satu-satunya dan si bungsu ini menjadi sosok yang mengecewakan jika suatu hari menjadi menantu orang lain. Beliau sungguh-sungguh menyiapkan aku menjadi perempuan yang berguna.

1. Tidak mengeluh


"Dulu waktu kamu bayi, ibu yang nyuci semua pakaian kotor dan bersihin popokmu!"


Pekerjaan mencuci pakaian di rumah adalah tugas saya. Dari pakaian saya,  pakaian ibu dan kadang juga punya kakak.  Beberapa kali saya merasa jengkel  jika sudah setengah proses mencuci pakaian, ibu seenaknya saja menambahkan pakaiannya kepada saya. Inginnya saya semua pakaian sudah terkumpul dalam larutan sabun sebelum dicuci, makanya saya ngomel-ngomel kalau ada tambahan karena bakal nyuci dua kali.


Namun mendapati semprotan sekali dari ibu begitu, saya langsung terdiam. Saya bisa membayangkan, dulu saat saya masih kecil pasti kelakuannya sungguh menyusahkan sampai - sampai menambahi pekerjaan rumah tangga. Apa yang saya lakukan dewasa ini tidak seberapa banyak dengan kelakuan yang diterima ibu dari saya yang sungguh merepotkan sebagai anak. Saya langsung menyesali perbuatan saya yang ngedumel mendapat pekerjaan rumah padahal cuma satu tambahnya pakaian yang ibu berikan ke tumpukan cucian. Sejak saat itu saya tidak mengeluh. Seberat apapun pekerjaan rumah ataupun pekerjaan kerja, masih berat pekerjaan yang ibu lakukan.


2. Jadi pribadi yang  pekerja keras


"Kamu kalau capek, sana istirahat."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline