Lihat ke Halaman Asli

Komnas Perempuan Khawatir Pernikahan yang Tidak Tercatat Akan Dianggap Sebagai Perzinaan

Diperbarui: 26 Desember 2016   10:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

koleksi pribadi

Sidang judicial review pasal-pasal kesusilaan dalam KUHP kembali dilanjutkan pada hari Jum’at, 7 Oktober 2016, di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. Salah satu pihak terkait, yaitu Komnas Perempuan, menghadirkan Kemala Chandrakirana sebagai ahli untuk menyampaikan pandangannya.

Dalam paparannya, Kemala kembali mengangkat isu kekhawatiran akibat perluasan makna perzinaan seperti yang diinginkan oleh para pemohon judicial review. Sebagaimana diketahui, Pasal 184 dalam KUHP melarang perbuatan zina jika salah satu pelakunya sedang terikat dalam pernikahan. Adapun yang diinginkan oleh para pemohon adalah supaya perzinaan juga dilarang bagi mereka yang tidak terikat pernikahan.

Menurut Kemala, perluasan makna semacam itu akan mengakibatkan kerugian bagi banyak orang, yaitu mereka yang pernikahannya tidak tercatat. Karena berisiko dijatuhi tuduhan perzinaan.

“Lebih dari separuh perkawinan di Indonesia tidak tercatat. Setiap tahun diperkirakan terdapa dua juta pasangan yang berada dalam perkawinan tanpa memiliki akta nikah,” ujar Kemala.

“Jika permohonan Pemohon dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi, maka dua juta pasangan per tahun akan mengalami kerentanan menjadi korban pidana zina,” ungkapnya lagi.

Sebelumnya, kekhawatiran ini juga pernah diungkap dalam persidangan. Namun Dr. Neng Djubaedah, pakar hukum dari Universitas Indonesia (UI), membantah hal tersebut.

“Orang-orang yang melakukan perkawinan yang tidak dicatat atau perkawinan di bawah tangan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Hal ini diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974,” ungkapnya dalam wawancara pada 7 September 2016 silam.

Neng juga menambahkan bahwa perkawinan yang tidak tercatat hanya diberikan sanksi pelanggaran administratif. Meski demikian, perkawinannya tetap diakui jika sudah sah secara agama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline