Lihat ke Halaman Asli

PP Muslimat NU: Syari'at Melindungi Manusia, Zina Mencelakakannya

Diperbarui: 22 November 2016   09:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dra, Mursyidah Thahir, M.A., menyampaikan peranan agama dalam melindungi manusia, termasuk dari perbuatan zina yang merusak kehidupannya.

Sidang judicial review pasal 284, 285 dan 292 KUHP kembali dilanjutkan pada Selasa (04/10) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. Dalam sidang yang dipimpin oleh Dr. Anwar Usman ini, Dra. Mursyidah Thahir, M.A., menyampaikan pandangannya sebagai saksi ahli yang diajukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Menurut Ketua Bidang Hukum & Advokasi PP Muslimat NU ini, syari’at Islam dibangun dengan tujuan untuk memberikan perlindungan kepada manusia. Oleh karena itu, semua produk hukum yang dihasilkan juga bertujuan untuk menjaga manusia dari kerusakan dan mencapai kemaslahatan.

“Produk hukum berupa fiqih dan penetapan hukum atau fatwa itu bertujuan untuk mencapai lima macam kemaslahatan, yaitu hifzhud-diin atau kemaslahatan agama, hifzhun-nafs atau pemeliharaan jiwa, hifzhul-’aql atau pemeliharaan akal, hifzhul-nasab atau pemeliharaan keturunan, dan hifzhul-maal atau pemeliharaan harta,” tuturnya.

Demi kemaslahatan itu, menurut Mursyidah, Islam mengatur kebebasan pribadi dalam melakukan hubungan seksual. “Hukum Islam mengatur kebebasan seksual adalah untuk kepentingan pribadi dan sekaligus juga untuk kepentingan masyarakat. Sebab, hubungan seksual di luar perkawinan yang sah dapat mengancam kehidupan masyarakat dan merendahkan martabat kemanusiaan,” ungkapnya lebih lanjut.

Untuk melindungi manusia, maka agama melarang perzinaan. Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan IIQ Jakarta ini menjelaskan bahwa zina merusak banyak hal.

“Zina tidak semata berpotensi menimbulkan kekacauan garis keturunan anak atau nasab, melainkan juga penyebaran penyakit yang disebabkan oleh kebiasaan seks bebas. Larangan hubungan seksual tidak semata-mata antara laki-laki dan perempuan di luar perkawinan, melainkan juga hubungan seksual sesama jenis,” tandasnya.

Oleh karena itu, dalam pandangan agama, pasal 284 KUHP yang hanya melarang perzinaan jika pelakunya sudah menikah dinilai belum memadai. 

“Dalam pandangan Majelis Ulama Indonesia, pengertian zina atau perzinaan harus dikembalikan pada pengertian dasarnya, yaitu senggama antara pria dan wanita di luar nikah, baik dilakukan orang yang masih terikat dalam suatu perkawinan, maupun yang belum atau tidak terikat perkawinan. Baik dilakukan di lokasi umum atau pelacuran maupun di ruang privat,” pungkasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline