Lihat ke Halaman Asli

Tingginya Tingkat Perceraian Harus Menjadi Perhatian Bersama

Diperbarui: 20 Oktober 2016   09:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut Prof. Dr. Euis Sunarti, tingginya tingkat perceraian di Indonesia adalah ancaman yang harus dipandang serius.| Dokpri

Seminar Kebangsaan “Reformulasi KUHP Delik Kesusilaan dalam Bingkai Nilai-nilai Keindonesiaan” yang diprakarsai oleh Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia rampung digelar pada hari Senin (26/09). Seminar yang diselenggarakan di Gedung Nusantara V, Komplek MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta itu mengungkap sejumlah tantangan yang harus dihadapi oleh keluarga Indonesia masa kini.

Dalam presentasinya di awal seminar, Prof. Euis Sunarti, Guru Besar bidang Ketahanan Keluarga dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menjelaskan bahwa keluarga Indonesia harus mampu beradaptasi dengan sejumlah tantangan masa kini. Keadaan sosial-ekonomi Indonesia sekarang memiliki karakteristik tersendiri yang harus dipahami dan ditanggulangi dengan baik.

Di antara banyak tantangan tersebut adalah tingginya tingkat perceraian yang mengakibatkan banyak keluarga tidak utuh lagi. “Tingkat perceraian semakin tinggi, semakin banyak single parent, dan semakin banyak pula anak-anak yang dipaksa untuk beradaptasi dengan keadaan tersebut,” ungkap Euis.

Meski perceraian adalah jalan keluar yang valid untuk permasalahan tertentu, namun tingginya tingkat perceraian di Indonesia tak pelak menimbulkan keprihatinan bagi banyak kalangan.

“Kalau diambil angka rata-ratanya, dalam sehari ada 900 permintaan perceraian setiap harinya. Pada tahun 2010, perceraian di Indonesia sudah menempati posisi tertinggi di Asia Pasifik, dan tujuh puluh persennya diajukan oleh pihak perempuan,” tuturnya.

Banyaknya istri yang meminta cerai ini juga perlu menjadi bahan evaluasi, karena bisa ditafsirkan dengan cara yang berbeda.

“Jika ada begitu banyak istri yang meminta cerai, kita perlu mengevaluasi kembali. Apakah fenomena ini menunjukkan bahwa kaum perempuan itu semakin independen, atau semakin menderita?” ujar Euis beretorika.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline