Lihat ke Halaman Asli

Aidhil Pratama

TERVERIFIKASI

ASN | Narablog

Mengapa Standar Hidup Versi BPS Perlu Ditinjau Ulang?

Diperbarui: 23 November 2024   14:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kemiskinan (KOMPAS) 

Apa sebenarnya arti dari hidup layak? Apakah hanya terpenuhi kebutuhan dasar seperti makan tiga kali sehari, atau mencakup lebih dari itu? 

Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan angka Rp1,02 juta per bulan sebagai standar hidup layak di Indonesia pada 2024. 

Namun, angka ini dinilai terlalu kecil untuk merepresentasikan kondisi hidup yang sebenarnya, terutama mengingat biaya hidup yang terus meningkat. 

Penetapan ini memunculkan pertanyaan mengenai relevansi standar BPS dalam mencerminkan kebutuhan riil masyarakat di berbagai aspek kehidupan.

Menghitung Layak dengan Cara yang Tidak Realistis

Hidup layak tidak hanya mencakup kebutuhan dasar seperti makan dan bertahan hidup, tetapi juga meliputi kebutuhan pendidikan untuk anak-anak, biaya kesehatan, hingga fasilitas dasar seperti listrik dan air bersih. 

Namun, standar hidup layak yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tampaknya hanya berfokus pada kebutuhan pokok. Berdasarkan standar ini, masyarakat dianggap cukup sejahtera dengan penghasilan Rp12,34 juta per tahun.

Meski demikian, data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2024 menunjukkan bahwa masih ada 25 juta orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. 

Standar ini dinilai menciptakan ilusi statistik, di mana pemerintah tampak menunjukkan penurunan angka kemiskinan, padahal kondisi sebenarnya di lapangan berbeda. 

Dengan patokan hidup layak yang rendah, banyak individu yang sebenarnya membutuhkan bantuan justru tidak teridentifikasi sebagai miskin dan harus berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Beban Buruh yang Semakin Berat

Ilustrasi buruh (Dall-E)

Bagi buruh, standar hidup layak memiliki dampak langsung yang signifikan karena menjadi dasar penetapan upah minimum regional (UMR). 

Ketika standar hidup layak ditetapkan terlalu rendah, otomatis UMR yang dihasilkan juga rendah. Akibatnya, buruh harus bekerja lebih keras, sementara upah yang diterima sering kali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline