Setiap tanggal 14 November, kita memperingati Hari Diabetes Sedunia. Tahun ini, temanya adalah "Diabetes dan Kesejahteraan." Sebuah tema yang sangat relevan, terutama bagi kita di Indonesia yang jumlah penderita diabetesnya terus meningkat.
Saya sendiri bukan ahli kesehatan, tapi sebagai insan paruh baya, saya melihat langsung bagaimana penyakit ini mempengaruhi banyak orang di sekitar saya—mulai dari keluarga hingga teman-teman sebaya.
Saya setuju bahwa kesadaran tentang diabetes itu penting. Tapi, mari kita jujur. Kesadaran saja tidak cukup. Apa gunanya kita tahu tentang bahaya diabetes, kalau akses ke perawatan yang memadai masih jauh dari merata?
Ini adalah tantangan besar yang sering kali luput dari perhatian kita.
Ketimpangan Akses Perawatan
Di kota-kota besar seperti Jakarta atau Surabaya, mungkin kita bisa dengan mudah menemukan dokter spesialis atau klinik yang menyediakan perawatan untuk penderita diabetes.
Tapi bagaimana dengan saudara-saudara kita di daerah terpencil? Di tempat-tempat seperti itu, akses ke perawatan kesehatan masih sangat terbatas.
Menurut data dari Kementerian Kesehatan, banyak daerah terpencil di Indonesia yang belum memiliki fasilitas kesehatan yang memadai untuk menangani penyakit kronis seperti diabetes.
Ini bukan hanya masalah fasilitas fisik. Infrastruktur kesehatan juga mencakup akses terhadap obat-obatan dan tenaga medis yang kompeten.
Di beberapa daerah, insulin—yang sangat penting untuk penderita diabetes tipe 1—masih sulit didapatkan. Padahal, tanpa pengobatan yang tepat, komplikasi serius seperti kerusakan saraf atau ginjal bisa terjadi.
Data Prevalensi Diabetes di Indonesia
Menurut data dari tahun 2021, Indonesia memiliki sekitar 19,5 juta penderita diabetes.
Angka ini diproyeksikan akan terus meningkat hingga mencapai 28,6 juta pada tahun 2045. Ini adalah angka yang mengkhawatirkan. Dan meskipun kampanye kesadaran terus digalakkan setiap tahun, kenyataannya jumlah penderita terus bertambah.