Masa muda kita, sering melukiskan masa depan dengan warna cerah.
Hingga realita usia datang, menyodorkan lukisan hidup yang ternyata dominan abu-abu.
Bagi milenial seperti saya, usia 40 terasa seperti novel yang tiba-tiba berhenti di tengah cerita, memaksa kita menulis sebuah babak baru, dengan tinta dari pengalaman dan kekecewaan hidup.
Usia ini, yang dulu jadi simbol paruh baya, kini bergeser maknanya.
Tak lagi sekadar tanda stabilitas, usia 40 menjadi babak baru yang penuh tantangan dan peluang.
Apakah lebih mudah? Saya tidak tahu.
Tapi lewat tulisan ini, kita akan memahami bagaimana milenial mendobrak ekspektasi lama, menata ulang kebahagiaan, dan menghadapi hidup dengan cara yang lebih personal.
Antara Beban dan Peluang
Menurut Business Insider (2024), pergeseran sosial dan ekonomi telah mengubah cara milenial memasuki usia 40 secara global.
Banyak dari mereka masih berada di tahap awal pencapaian hidup, semisal membesarkan anak yang masih kecil, membeli rumah pertama, atau bahkan baru mulai memikirkan tabungan pensiun.
Berbeda dengan generasi sebelumnya yang sering kali sudah mapan di usia ini.
Milenial menghadapi kenyataan bahwa perjalanan hidup mereka lebih lambat.