Pernikahan bagi orang Indonesia bukan hanya sekedar acara resepsi, tapi juga sebuah tonggak penting dalam kehidupan.
Namun, belakangan ada pergeseran besar dalam pandangan ini.
Peningkatan usia menikah dan pilihan hidup melajang semakin banyak diambil generasi muda, didorong oleh tekanan ekonomi seperti sulitnya pekerjaan stabil, tingginya biaya hidup, dan harga properti yang terus meningkat.
Banyak juga yang lebih selektif dalam memilih pasangan dan memprioritaskan pengembangan diri serta karier.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional, jumlah penduduk lajang usia 15-49 tahun naik 5,4 persen dari 2012 hingga 2022, dan mencapai 37,2 persen pada 2023.
Angka ini signifikan karena penurunan angka kelahiran dan peningkatan usia pernikahan dapat mempengaruhi keseimbangan demografi serta memperbesar potensi beban sosial-ekonomi di masa depan.
Apakah ini langkah yang tepat, atau justru menghadirkan tantangan baru? Mari kita telaah lebih dalam.
Masalah Ekonomi Sebagai Pendorong
Faktor ekonomi memegang peran utama dalam keputusan banyak anak muda untuk menunda menikah.
Penelitian dari GoodStats menunjukkan bahwa ketidakstabilan ekonomi adalah alasan terbesar bagi generasi muda.
Sulitnya mendapatkan pekerjaan stabil dan tingginya biaya hidup membuat banyak orang lebih memilih menunda pernikahan hingga mereka merasa mapan.
Harga properti yang terus naik serta biaya pendidikan dan pengasuhan anak yang mahal juga menjadi beban.