Kisah Martinnius Reja Panjaitan, petugas pemadam kebakaran yang gugur saat memadamkan kebakaran di Pasar Cisalak, Depok, pada 18 Oktober 2024, adalah sebuah ironi pahit.
Di satu sisi, ia telah menjalankan tugasnya dengan semangat dan keberanian yang luar biasa, tapi di sisi lain, hidupnya terhenti karena peralatan keselamatan yang tak memadai.
Kita harus bertanya: bagaimana mungkin seorang pahlawan yang menyelamatkan nyawa orang lain harus kehilangan nyawanya sendiri karena kurangnya dukungan peralatan?
Perjuangan Seorang Pahlawan dengan Keterbatasan Alat
Martinnius tak hanya berjuang melawan api, tetapi juga melawan sistem yang gagal melindunginya.
Setelah api berhasil dipadamkan, Martinnius mulai merasa sesak napas.
Seharusnya, sebagai petugas yang bekerja di kondisi berasap, ia dilengkapi dengan masker SCBA (Self-Contained Breathing Apparatus), alat yang penting untuk melindungi petugas dari paparan asap beracun.
Tapi, pada malam itu, masker tersebut tidak tersedia atau rusak.
Akibatnya, ia harus berjuang bernapas dan akhirnya meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.
Bayangkan, seorang petugas pemadam kebakaran, yang tugasnya sangat berisiko, tidak mendapatkan peralatan dasar yang bisa menyelamatkan nyawanya.
Ini bukan hanya kelalaian, pun adalah kegagalan sistem.
SOP yang Tak Dipatuhi
Standar Operasional Prosedur (SOP) jelas mengatur bahwa setiap petugas pemadam kebakaran yang bekerja di lokasi kebakaran harus dilengkapi dengan alat-alat keselamatan seperti masker SCBA.